Proklamator Pembaca dan Penulis
Sumber: Kompas, 17 Agustus 2021
Editor : Bestari Kumala Dewi
Koran yang baik tidak hanya berisi berita, tetapi juga menampilkan liputan, tajuk rencana (editorial), kolom, artikel, karikatur, sentilan, dan berbagai sumbangan tulisan lainnya termasuk karya sastra (cerpen, puisi) dari segala lapisan masyarakat yang memperkaya hidup kita. Agar kita semakin kaya dan lebih menikmati hidup yang cuma sekali ini melalui dunia orang lain.
Posted by Emil Jayaputra at Tuesday, August 17, 2021 0 comments
JAKARTA, KOMPAS.com - Libur pergantian tahun, ajak anak Anda mengikuti aktivitas kreatif bermuatan edukasi. Salah satu kegiatan bisa dilakukan adalah belajar mengenal Wayang Potehi di Taman Kaldera yang berada di kawasan Jatijajar, Tapos, Depok.
Anak-anak dapat mencoba sejumlah permainan tradisional sambil menikmati pementasan Wayang Potehi, menyimak dongeng cerita Wayang Mahabharata, dan mewarnai gambar wayang.
Sanggar Budaya Rumah Cinta Wayang bersama Taman Kaldera mengenalkan kesenian Wayang Potehi melalui pementasan lakon Sun Go Kong dan Sie Jin Kwi Satria Utama yang akan digelar Sabtu (30/12/2017). Pertunjukan digelar dua kali yakni pada pukul 10.00 dan 14.00.
Wayang Potehi merupakan salah satu budaya akulturasi, percampuran budaya China dan Jawa. Cerita yang diangkat umumnya kisah-kisah tentang dinasti dalam kekaisaran China.
" Wayang potehi sebagai wayang kantong sangat unik, fleksibel, dan sederhana. Mudah dimainkan dan tidak terikat pada satu cerita epos tertentu," tutur Pimpinan Sanggar Budaya Cinta Wayang (Rumah Cinwa) Dwi Woro Retno Mastuti, Rabu (28/12/2017).
Pementasan Potehi memang kurang populer sebab sempat dilarang pada pemerintahan orde baru. Perubahan terjadi saat Abdurrahman Wahid menjabat Presiden Republik Indonesia pada era reformasi. Wayang Potehi boleh dipentaskan lagi di kelenteng-kelenteng.
Sebagai wayang para dewa, Wayang Potehi masih dipentaskan di kelenteng sebagai bagian dari ritual umat Konghucu.
Saat ini para dalang Wayang Potehi umumnya telah berusia lanjut. Sayangnya, belum ada tanda-tanda lahirnya generasi penerus dalang Potehi.
"Regenerasi perlu dilakukan mengingat dalang-dalang Potehi sudah semakin sepuh," ungkapnya.
Wayang kekinian
Sejak tujuh belas tahun lalu Woro tergerak untuk mengumpulkan boneka Wayang Potehi sedikit demi sedikit. Ia pun membeli panggung Potehi bekas.
Kebetulan, seorang sahabatnya, Paul Himawan, juga tertarik mengumpulkan boneka Potehi. Ia membeli boneka Potehi dengan alasan sederhana agar pengrajin boneka Wayang Potehi dapat terus berkarya.
Boneka-boneka Potehi yang mereka kumpulkan pun cukup untuk mementaskan pagelaran Wayang Potehi. Tapi, siapa yang akan memainkannya?
Woro tak habis akal. Pada November 2014, ia mengundang sejumlah mahasiswa Program Studi Jawa Universitas Indonesia untuk bermain Wayang Potehi. Mereka tampak tertarik mengeksplorasi Potehi sebagai wayang yang kekinian.
Dengan berbagai inovasi, mereka meracik Wayang Potehi menjadi tontonan yang menghibur dan tetap memiliki pesan moral. Lakon yang dimainkan saat itu adalah Sie Jin Kwi.
Kisah epos Sie Jin Kwi mewariskan nilai-nilai kehidupan seperti pantang menyerah, kejujuran, kesetiakawanan, ketangkasan, loyalitas, disiplin, watak satria, kasih sayang kepada sesama, dan berpikir positif.
Sejak itu, kelompok Potehi baru terbentuk dengan nama Sanggar Budaya Rumah Cinta Wayang. Pagelaran wayang pun mulai dijalani, mulai dari Kelenteng Boen Tek Bio di Tangerang, sejumlah mal di Jakarta, panti werda, kampus, hingga playgroup.
Dengan prinsip "Tak Wayang, Maka Tak Sayang," Rumah Cinwa mengajak keluarga-keluarga Indonesia aktif mengajak anak-anak untuk mengenal salah satu warisan budaya tak benda yang diakui United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).
Pendidikan karakter menjadi efektif melalui pertunjukan seni yang menyenangkan bagi anak-anak. Tak terbatas anak-anak, generasi milenial juga bisa mencari informasi aktivitas budaya Rumah Cinwa melalui media sosial dengan akun instagram @rumahcinwa.
"Semua itu merupakan upaya agar Wayang Potehi dapat terus menjadi bagian dari keragaman budaya Indonesia," ujarnya.
Posted by Emil Jayaputra at Saturday, December 30, 2017 0 comments
JAKARTA, KOMPAS.com – Nama Sri Mulyani Indrawati melambung lagi pasca diminta Presiden Joko Widodo bergabung ke dalam Kabinet Kerja sebagai Menteri Keuangan, posisi yang juga sempat ia tempati di masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Popularitas, reputasi, dan kemampuannya dalam mengelola keuangan negara bahkan membuat sejumlah partai politik sempat mewacanakan nama Sri Mulyani sebagai calon wakil presiden pada Pemilu 2019.
Namun di luar itu, perempuan yang kerap disapa Ani itu sudah memiliki satu rencana dan keinginan yang terpendam sejak lama. Bila tidak lagi aktif sebagai pejabat, ia ingin menjadi seorang novelis.
"Mudah-mudahan kalau saya nanti selesai jadi menteri, punya waktu untuk menjadi penulis novel," tuturnya saat membuka acara Festival Literasi Perpustakaan di Jakarta, Selasa (5/9/2017).
Baginya, novel atau buku lainnya adalah teman yang setia. Bahkan mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu bercerita kerap tidur dengan buku di sisinya.
Sejak kecil, perempuan kelahiran Bandar Lampung 55 tahun silam itu sudah gemar membaca buku. Satu momen yang ia tak bisa lupa adalah kerap membawa dan membaca buku saat datang ke dokter gigi.
"Kalau anda memiliki kepekaan membaca, maka anda akan memiliki kepekaan membaca situasi," ucapnya.
Namun baginya membaca saja tak lengkap tanpa menulis. Ia mengaku selalu kagum dengan tulisan-tulisan yang mampu mengajak pembacanya ikut masuk ke dalam tulisan itu dan merasakan apa yang ditulis.
Kekaguman itu membuat Sri Mulyani berhasrat membuat novel tentang perjalanan neraca Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang selama ini sangat identik dengan angka-angka rumit.
Ia yakin, novel perjalanan APBN tak kalah menariknya dibandingkan novel-novel best seller karangan novelis-novelis terkenal.
Di akhir pidatonya, Sri Mulyani berharap agar minat membaca dan menulis terus didorong tidak terkecuali oleh jajaran pegawai Kementerian Keuangan sehingga generasi-generasi yang kaya akan literasi bisa lahir dan membangun republik yang sudah berumur 72 tahun ini.
Posted by Emil Jayaputra at Thursday, September 07, 2017 0 comments