Dec 7, 2012

Salesperson = orang sales?

Imbuhan bisa menjadi kunci meretas kesulitan mencari padanan yang tepat dalam berbahasa. (EJ)

BAHASA

Pejual

SAMSUDIN BERLIAN

Ketika Komisi (Komunitas Sales Indonesia) membuat acara perayaan ulang tahun pertama baru-baru ini, salah satu pertanyaan mengganjal adalah apa terjemahan yang pas untuk salesperson. Komunitas itu sendiri memakai istilah "orang sales". Cukup jelas, walaupun kamus Indonesia hanya mengenal sale yang berkaitan dengan semacam pisang atau ikan olahan yang sedap.

Kata sales sendiri berasal dari Norse (Skandinavia) kuno sala, berakar pada bahasa Jermanik. Seperti bisa diduga, kata ini berkaitan dengan kata kerja sell (Inggris kuno sellan) yang memang sudah dari dulu punya arti 'menjual' atau 'menyerahkan sesuatu'. Menyerahkan di sini bersifat sukarela, dengan kesepakatan barter, misalnya. Kalau menyerahkan karena dipaksa, sih, namanya dirampok.

Walaupun di Nusantara ini sudah ribuan tahun kita kenal budaya jual-beli dan tukar-menukar, kata salesperson sendiri belum lama kita kenal sebagai bagian dari sistem pasar modern. Pada kata ini, yang ditekankan adalah profesi berjualan, bukan barang yang dijual. Itu sebabnya kata penjual atau penjaja terasa kurang cocok untuk menerjemahkannya. Sudah waktunya memanfaatkan sistem pengimbuhan kita yang fleksibel itu: pejual.

Penekanan pada profesi mendefinisikan pejual profesional. Mereka berfungsi memenuhi kebutuhan pembeli, baik barang maupun jasa, secara memuaskan, bukan sekadar menghabiskan stok barang. Mereka bukan hanya menjadi pejual ketika sedang berjualan; pejual adalah bagian dari jati diri mereka sepanjang waktu. Pejual ideal bukan hanya terampil bercuap-cuap, melainkan memiliki karakter, budi pekerti seorang pejual yang baik. Dalam bahasa Inggris ini disebut salesmanship, yang maknanya mencakup mahir berjual tapi tanpa berbual; tidak membohongi pembeli, misalnya, barang kelas kambing dibilang kelas gajah. Ini kira-kira analogis dengan sportsmanship, yang sudah umum dikenal di sini sebagai sportivitas, perilaku olahragawan yang etis, misalnya, pantang menang curang, atau tidak menilap uang pembangunan gedung olahraga.

Jadi, memang patut disayangkan bahwa pejual justru biasanya dianggap umum identik dengan pengeliling yang menjengkelkan karena setelah mengetok-ngetok pintu rumah tanpa diundang, lantas susah disuruh pergi dengan baik-baik. Ada lagi yang suka menelepon dan mengirimkan SMS tak habis-habis yang bikin jengkel membuat waktu terbuang, mengganggu konsentrasi, dan memangkas nikmat bobok siang. Juga cukup banyak yang mengiming-imingi calon pembeli dengan seribu satu "keuntungan" yang langsung menguap begitu pembayaran dilakukan. Barangkali yang terakhir ini mendapatkan inspirasi dari kisah pejual sukses pertama yang dikenal manusia, tentang si ular yang dengan bertanam tebu di bibir berhasil "menjual" buah terlarang itu kepada manusia di Firdaus Eden.

Barangkali ini bisa jadi pekerjaan rumah Komisi dalam membantu para pejual meningkatkan standar perilaku mereka untuk membangun nama baik jangka panjang dan jangan asal kejar komisi sambil melupakan etika. Komunitas ini bisa juga ganti nama, misalnya, jadi Kopi (Komunitas Pejual Indonesia) yang nikmat segeeerrr, dan biarlah urusan komi$i-komi$ian diserahkan saja kepada pakar-pakarnya di DPR.

Samsudin Berlian, Pemerhati Makna Kata

Sumber: Kompas, 07 Desember 2012

Dec 6, 2012

Mengangkat Kebesaran Nusantara lewat Tolehan ke Masa Lampau


RUWAT AGUNG NUSWANTARA

Bangkitkan Lagi Kenangan Majapahit di Masa Lampau

Sabtu (24/11) siang menjelang kirab grebek suro bertajuk "Ruwat Agung Nuswantara Majapahit Tahun 1946 Saka", hujan deras mengguyur kawasan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Siraman air dari langit itu memberikan kesejukan yang terasa menyelimuti seluruh warga yang kala itu menanti kirab.

Ribuan warga, mulai dari anak-anak, kaum muda, hingga orang tua, antusias menyaksikan kirab grebek suro "Ruwat Agung Nuswantara Majapahit" yang dihelat Pemerintah Kabupaten Mojokerto. Kirab itu melibatkan sekitar 1.250 orang dari 16 desa di Kecamatan Trowulan. Rombongan kirab berangkat dari Candi Bajangratu kemudian berakhir di Pendapa Agung Majapahit. Kirab itu menggambarkan kebesaran Kerajaan Majapahit dan diharapkan sekurangnya menjadi daya tarik wisata budaya.

Kendati baru sebatas wisatawan lokal dari Mojokerto dan sekitarnya yang datang menyaksikan kirab, kegiatan yang bernuansa ritual budaya itu mampu membangkitkan emosi dan kenangan masa lampau. Warga di Tanah Majapahit, sebutan untuk Mojokerto, seakan terseret pada kesohoran Raja Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah Mada kala itu yang dapat menyatukan wilayah Nusantara (Nuswantara).

"Kita semua tahu kebesaran Majapahit yang bisa menyatukan Nusantara yang menjadi cikal bakal Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena itu, kita wajib nguri-uri (melestarikan) peninggalan Majapahit," kata Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa.

Kirab "Ruwat Agung Nuswantara Majapahit" menjadi agenda tahunan ritual dan budaya di Kabupaten Mojokerto. Kegiatan ini tentu saja bisa memikat wisatawan karena kebesaran Majapahit dikenal dunia.

"Beberapa waktu lalu saya berkunjung ke Malaysia dan Brunei, ternyata mereka tahu kebesaran Majapahit. Jadi, tinggal bagaimana mengemas kegiatan bernuansa religi dan budaya ini untuk menarik wisatawan mancanegara datang ke Trowulan," kata Raja Klungkung, Bali, Ida Dalem Smara Putra, seusai mengikuti kirab grebek suro.

Ikatan amat dekat

Ida mengakui, keterkaitan sejarah dan emosi raja dan keraton di wilayah Nusantara dengan Majapahit sangat dekat. Realitas itu menjadi peluang besar untuk mengangkat kebesaran Majapahit kembali melalui kirab grebek suro. Apalagi, ada hal yang menarik terkait Majapahit, yakni ranah fisik atau spiritualnya. Kondisi itu perlu terus dipromosikan.

Terkait kirab grebek suro "Ruwat Agung Nuswantara Majapahit", Ida menyatakan masih sebatas tingkat lokal. Belum ada gaungnya di tingkat nasional. Padahal, acara yang mengangkat kebesaran Majapahit ini sangat menarik jika dikemas lebih tertata dan Pemerintah Provinsi Jatim ikut dilibatkan.

AA Gde Raka Juliar dari Puri Kaler Kangin Klungkung mengatakan, hubungan Bali di masa lalu dengan Majapahit amat dekat. Karena itu, ia menyayangkan jika kirab grebek suro tersebut bersifat lokal.

"Semua kabupaten yang masih ada hubungannya dengan Majapahit seharusnya dilibatkan dalam pameran budaya, termasuk raja ataupun keratonnya. Jika tidak, sifatnya lokal saja," kata Raka Juliar. (abdul lathif)

Sumber: Kompas, 29 November 2012

Dec 2, 2012

Skema Dasar Pendidikan: 3+4

Penguasaan trivium (the three roads) dan quadrivium (the four roads) menjadi bekal dan fondasi luas pada berbagai bidang ilmu dasar yang menyiapkan manusia terdidik seutuhnya.
 

Liberal Arts: Dasar Pendidikan Tinggi

Oleh Mayling Oey-Gardiner

Walaupun berkembang di Eropa sejak zaman antik, dunia kontemporer mengenal pendidikan liberal arts mengakar di Amerika Serikat. Kecuali community college yang menyediakan pendidikan terapan, praktis semua pendidikan tinggi setingkat S-1 berparadigma liberal arts.

Hal ini dapat dibaca dalam situs web perguruan tinggi (PT) AS yang masuk peringkat utama dunia. Sebutlah seperti PT swasta Harvard, Princeton, Yale, Stanford, juga negeri, antara lain University of California, University of Wisconsin, University of Illinois, serta institut teknis, seperti MIT, IIT, dan Caltech. Menurut Academic Ranking of World Universities 2012: dari 25 PT dunia terbaik 19 adalah PT AS; dari 50 PT terbaik 36 berasal dari AS.

Tidak heran bila paradigma liberal arts makin banyak diimpor negara lain, termasuk Eropa. Bahkan, paradigma ini akan menjadi skema dasar pendidikan di Eropa dan Australia, juga di PT ternama sejumlah negara Asia, seperti Jepang, Korea, Hongkong, India, dan Pakistan. National University of Singapore pun— yang melejit masuk ranking dunia—mengadopsi liberal arts.

Pengertian liberal arts berasal dari zaman antik klasik. Liberal arts dipelajari oleh warga bebas dalam arti bukan budak. Waktu itu pendidikan liberal arts terdiri dari gramatika, retorika, dan logika. Pada periode Abad Pertengahan, ketiga kemampuan yang dinamakan trivium itu dirasa memerlukan imbangan quadrivium yang meliputi matematika, geometri, musik, dan astronomi (termasuk astrologi). Ketujuh bidang ini masuk kurikulum PT Abad Pertengahan.

Ciri penting hasil didikan liberal arts: bekal dan fondasi luas pada berbagai bidang ilmu dasar. Dengan kemampuan berekspresi lewat cara berbahasa (gramatika dan retorika) dan matematika (logika), lulusannya dimampukan mengutarakan pendapat dengan bahasa yang baik dan benar, sistematis dan logis. Mereka juga dibentuk menjadi manusia utuh, intelek yang mampu berpikir dan berwawasan luas karena juga paham geometri, musik dan astronomi.

Dengan bekal demikian lulusannya lebih mampu berpikir, menyesuaikan diri dengan lingkungan dan bahkan mampu mengubah lingkungannya. Jangan heran jika ada sejarawan menduduki puncak pimpinan bank.

Pendidikan liberal arts memberi bekal dasar ilmu pengetahuan yang memungkinkan lulusannya berpikir bebas, kreatif, dan bertanggung jawab secara ilmiah. Mereka akan dimampukan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. Bahkan, mereka akan dapat menambah pengetahuan di bidang yang mungkin sekali dianggap tidak berhubungan, seperti ilmu pasti dan alam yang dipelajari bersamaan dengan kesenian atau olahraga.

Menjawab pasar

Pasar tenaga kerja, terutama bagi lulusan PT, akan terus berubah pesat. Hal ini terkait dengan perkembangan teknologi dan saling keterkaitan dalam pasar global yang juga berdampak besar pada Indonesia. Maka, mereka yang berpendidikan tinggi dan ingin relevan dalam pasar kerja harus terus mampu mengembangkan pengetahuan agar peluang berganti haluan, bahkan berganti profesi, tetap terbuka.

Dunia yang berubah cepat membutuhkan berbagai profesi dan vokasi dengan kemampuan imajinasi luas dan kritis. Kebutuhan pengetahuan dasar tersebut lebih tepat dipenuhi oleh program pendidikan liberal arts yang menyiapkan siswa agar mampu menjawab tantangan yang terus berkembang (James Engell, Harvard University).

Paradigma liberal arts berbeda dengan di Indonesia. Di satu sisi, pendidikan liberal arts menyiapkan lulusan untuk terus mengembangkan pemikiran serta mampu melanglang buana menghasilkan kreasi dan inovasi secara teknologi dan sosial. Sebaliknya, pemerintah, yang meletakkan dasar harapan orangtua, bervisi jauh lebih jangka pendek. Orangtua mengharapkan putra-putrinya selesai S-1 langsung memasuki dunia kerja dengan keterampilan vokasi. Makin banyak jenis vokasi tidak lagi mengikuti ilmu pengetahuan tetapi sudah merupakan ilmu terapan.

Adalah dalam konteks demikian diusahakan paradigma liberal arts. Semua siswa diperkenalkan pada berbagai bidang ilmu pengetahuan dalam kelompok (1) humaniora, (2) ilmu pengetahuan alam, dan (3) ilmu pengetahuan sosial.

Tekanan diberikan pada pengembangan kemampuan berpikir dan menulis kritis melalui perkenalan dengan kesusastraan Indonesia. Pengembangan ini menjawab keluhan dosen tentang ketidakmampuan mahasiswa memformulasikan pertanyaan, pendapat, ataupun menulis esai untuk membangun argumentasi secara ilmiah.

Pengembangan bahasa Indonesia didukung pelajaran matematika yang menekankan logika sebagai dasar berpikir. Perkenalan pada berbagai bidang ilmu pengetahuan alam dan sosial diharapkan membangun kesadaran mahasiswa tentang lingkungan fisik serta sosial yang tidak terpisah dan harus dihadapi pada saat bersamaan. Dengan landasan pendidikan liberal arts, diperkirakan lulusan S-1 lebih siap menyerap pengetahuan, termasuk ilmu terapan dalam dunia profesi yang akan digelutinya.

Mayling Oey-Gardiner  Ketua Pusat LA, UPJGB FEUI; Anggota Komisi Ilmu Sosial AIPI

Sumber: Kompas, 28 November 2012