Dec 2, 2012

Skema Dasar Pendidikan: 3+4

Penguasaan trivium (the three roads) dan quadrivium (the four roads) menjadi bekal dan fondasi luas pada berbagai bidang ilmu dasar yang menyiapkan manusia terdidik seutuhnya.
 

Liberal Arts: Dasar Pendidikan Tinggi

Oleh Mayling Oey-Gardiner

Walaupun berkembang di Eropa sejak zaman antik, dunia kontemporer mengenal pendidikan liberal arts mengakar di Amerika Serikat. Kecuali community college yang menyediakan pendidikan terapan, praktis semua pendidikan tinggi setingkat S-1 berparadigma liberal arts.

Hal ini dapat dibaca dalam situs web perguruan tinggi (PT) AS yang masuk peringkat utama dunia. Sebutlah seperti PT swasta Harvard, Princeton, Yale, Stanford, juga negeri, antara lain University of California, University of Wisconsin, University of Illinois, serta institut teknis, seperti MIT, IIT, dan Caltech. Menurut Academic Ranking of World Universities 2012: dari 25 PT dunia terbaik 19 adalah PT AS; dari 50 PT terbaik 36 berasal dari AS.

Tidak heran bila paradigma liberal arts makin banyak diimpor negara lain, termasuk Eropa. Bahkan, paradigma ini akan menjadi skema dasar pendidikan di Eropa dan Australia, juga di PT ternama sejumlah negara Asia, seperti Jepang, Korea, Hongkong, India, dan Pakistan. National University of Singapore pun— yang melejit masuk ranking dunia—mengadopsi liberal arts.

Pengertian liberal arts berasal dari zaman antik klasik. Liberal arts dipelajari oleh warga bebas dalam arti bukan budak. Waktu itu pendidikan liberal arts terdiri dari gramatika, retorika, dan logika. Pada periode Abad Pertengahan, ketiga kemampuan yang dinamakan trivium itu dirasa memerlukan imbangan quadrivium yang meliputi matematika, geometri, musik, dan astronomi (termasuk astrologi). Ketujuh bidang ini masuk kurikulum PT Abad Pertengahan.

Ciri penting hasil didikan liberal arts: bekal dan fondasi luas pada berbagai bidang ilmu dasar. Dengan kemampuan berekspresi lewat cara berbahasa (gramatika dan retorika) dan matematika (logika), lulusannya dimampukan mengutarakan pendapat dengan bahasa yang baik dan benar, sistematis dan logis. Mereka juga dibentuk menjadi manusia utuh, intelek yang mampu berpikir dan berwawasan luas karena juga paham geometri, musik dan astronomi.

Dengan bekal demikian lulusannya lebih mampu berpikir, menyesuaikan diri dengan lingkungan dan bahkan mampu mengubah lingkungannya. Jangan heran jika ada sejarawan menduduki puncak pimpinan bank.

Pendidikan liberal arts memberi bekal dasar ilmu pengetahuan yang memungkinkan lulusannya berpikir bebas, kreatif, dan bertanggung jawab secara ilmiah. Mereka akan dimampukan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. Bahkan, mereka akan dapat menambah pengetahuan di bidang yang mungkin sekali dianggap tidak berhubungan, seperti ilmu pasti dan alam yang dipelajari bersamaan dengan kesenian atau olahraga.

Menjawab pasar

Pasar tenaga kerja, terutama bagi lulusan PT, akan terus berubah pesat. Hal ini terkait dengan perkembangan teknologi dan saling keterkaitan dalam pasar global yang juga berdampak besar pada Indonesia. Maka, mereka yang berpendidikan tinggi dan ingin relevan dalam pasar kerja harus terus mampu mengembangkan pengetahuan agar peluang berganti haluan, bahkan berganti profesi, tetap terbuka.

Dunia yang berubah cepat membutuhkan berbagai profesi dan vokasi dengan kemampuan imajinasi luas dan kritis. Kebutuhan pengetahuan dasar tersebut lebih tepat dipenuhi oleh program pendidikan liberal arts yang menyiapkan siswa agar mampu menjawab tantangan yang terus berkembang (James Engell, Harvard University).

Paradigma liberal arts berbeda dengan di Indonesia. Di satu sisi, pendidikan liberal arts menyiapkan lulusan untuk terus mengembangkan pemikiran serta mampu melanglang buana menghasilkan kreasi dan inovasi secara teknologi dan sosial. Sebaliknya, pemerintah, yang meletakkan dasar harapan orangtua, bervisi jauh lebih jangka pendek. Orangtua mengharapkan putra-putrinya selesai S-1 langsung memasuki dunia kerja dengan keterampilan vokasi. Makin banyak jenis vokasi tidak lagi mengikuti ilmu pengetahuan tetapi sudah merupakan ilmu terapan.

Adalah dalam konteks demikian diusahakan paradigma liberal arts. Semua siswa diperkenalkan pada berbagai bidang ilmu pengetahuan dalam kelompok (1) humaniora, (2) ilmu pengetahuan alam, dan (3) ilmu pengetahuan sosial.

Tekanan diberikan pada pengembangan kemampuan berpikir dan menulis kritis melalui perkenalan dengan kesusastraan Indonesia. Pengembangan ini menjawab keluhan dosen tentang ketidakmampuan mahasiswa memformulasikan pertanyaan, pendapat, ataupun menulis esai untuk membangun argumentasi secara ilmiah.

Pengembangan bahasa Indonesia didukung pelajaran matematika yang menekankan logika sebagai dasar berpikir. Perkenalan pada berbagai bidang ilmu pengetahuan alam dan sosial diharapkan membangun kesadaran mahasiswa tentang lingkungan fisik serta sosial yang tidak terpisah dan harus dihadapi pada saat bersamaan. Dengan landasan pendidikan liberal arts, diperkirakan lulusan S-1 lebih siap menyerap pengetahuan, termasuk ilmu terapan dalam dunia profesi yang akan digelutinya.

Mayling Oey-Gardiner  Ketua Pusat LA, UPJGB FEUI; Anggota Komisi Ilmu Sosial AIPI

Sumber: Kompas, 28 November 2012

No comments: