Feb 9, 2013

Kisah Klasik Pengantar Musim Semi

恭喜发财, 新年快樂, everyone!

Liputan Khusus Imlek
'Sampek Engtay', dari Teater Koma sampai Basiyo
Sabtu, 9 Februari 2013 

 "Sampek Engtay", dari Teater Koma sampai Basiyo
KOMPAS/Wawan H Prabowo
"Sampek Engtay", dari Teater Koma sampai Basiyo KOMPAS/WAWAN H PRABOWO Menyambut peringatan Hari Kartini, Ketoprak Kartini Mataram Yogyakarta mementaskan Sampek Engtay di Taman Budaya Yogyakarta, 12 April 2012. Pentas ini juga digelar dengan misi menjadikan ketoprak sebagai daya tarik bagi wisatawan di Yogyakarta.

KOMPAS - Kali ini merupakan cerita asmara yang dibawa mati dari gadis Giok Eng Tay dengan pria idamannya, Nio Sam Pek. Eng Tay berasal dari kalangan berada dan terpandang, sedangkan Nio Sam Pek datang dari keluarga sederhana.

Ayah Eng Tay akan menjodohkan putrinya dengan Macun, putra orang terpandang. Oleh karena itu, ayah Eng Tay tidak merestui hubungan putrinya dengan Sam Pek.

Sekali peristiwa, Sam Pek meninggal dunia. Sementara itu, Eng Tay dan Macun telah diperjodohkan. Dalam sebuah perjalanan, Eng Tay menengok makam Sam Pek. Eng Tay mendapati makam terbuka dan ia pun melompat masuk ke dalam kubur tersebut. Pasangan itu menjelma menjadi sepasang kupu-kupu yang terbang dengan indahnya.

Merakyat
Jauh sebelum kemerdekaan, tepatnya tahun 1931, film Sampek Engtay telah diputar di gedung bioskop di negeri ini. Situs Film Indonesia (filmindonesia.or.id) mencatat, film ini digarap oleh The Teng Chun (1902-1977) sebagai sutradara, penulis, dan produser.

Di ranah seni pertunjukan tradisional, lakon Sampek Engtay juga populer sebagai lakon. Di Bali, Sampek Engtay termasuk lakon yang sering dipentaskan dalam seni pertunjukan tradisional drama gong.

Di Jawa, Sampek Engtay juga menjadi bagian dari lakon favorit dalam pertunjukan ketoprak Jawa. Seniman lawak Yogyakarta, Basiyo (1911-1979), membuat kaset lawak Sampek Engtay.

Basiyo sendiri adalah pemain ketoprak, yang antara lain sering tampil bersama kelompok ketoprak Sapta Mandala, milik Kodam (dulu VII) Diponegoro. Jika Basiyo mengambil Sampek Engtay sebagai bahan berkomedi-lisan, hal itu karena Sampek Engtay memang telah menjadi bagian dari lakon pentas ketoprak yang sangat dikenal oleh masyarakat penikmat ketoprak. Legenda cinta itu sama populernya dengan lakon klasik ketoprak lainnya, seperti kisah cinta Jayaprana-Layonsari atau kisah Roro Mendut-Pronocitro.

Sampai era tahun 2000-an, ketika panggung ketoprak mulai meredup, Sampek Engtay masih bersinar. Dirjo Tambur, tokoh ketoprak Yogyakarta, bersama Marwoto dan Den Baguse Ngarso tahun 2005 memanggungkan lakon Sampek Engtay.

"Menjawa"
Sampek Engtay versi dagelan Basiyo dan ketoprak adalah Sampek Engtay yang sangat Jawa. Bahasa, dialog para pemain, tak ubahnya dengan lakon-lakon ketoprak lain, yaitu menggunakan bahasa Jawa.

Tokoh Sam Pek dan Eng Tay menggunakan bahasa Jawa ngoko atau bahasa percakapan sehari-hari yang digunakan orang dalam posisi setara. Adapun kepada orang yang lebih tua, Sam Pek dan Eng Tay menggunakan bahasa Jawa kromo inggil atau bahasa halus.

Tidak ada upaya untuk men-"china-china-"kan dari Basiyo saat memainkan Sampek Engtay. Sebagai perbandingan, ada upaya pelawak yang menggunakan dialog dan lafal yang dimaksudkan agar terkesan China dan karena itu mungkin dianggap memancing tawa.

Basiyo sebagai Sam Pek adalah Basiyo yang Jawa, seperti lazimnya ia berkomedi sebagai tukang becak dalam lakon Basiyo Mbecak atau maling Kontrang-Kantring.

Sejumlah lakon dalam ketoprak menggunakan sebutan koh untuk memanggil tokoh Sam Pek. Namun, ada pula yang menggunakan kata kang, bahasa Jawa yang artinya kakak.

Begitulah Sampek Engtay telah merasuk menjadi bagian dari khazanah seni pertunjukan. Catatan dari penelaah budaya

Jakob Sumardjo menyebut, Sampek Engtay telah tersebar secara lisan terlebih dahulu di lingkungan kaum China peranakan di Indonesia sebelum akhirnya dituliskan dalam sastra.

Disebut oleh Jakob, bacaan paling tua dalam bahasa Melayu Rendah di Indonesia tentang Sampek Engtay muncul pada tahun 1885, yaitu dalam Tjerita Dahoeloe Kala di Negeri Tjina Terpoengoet dari Boekoe Mendjadikan Tjina San Pik Ing Taij.

Teater Koma
Meski telah menjadi seperti legenda rakyat, nasib Sampek Engtay pernah terlunta-lunta di pentas teater. Kelompok Teater Koma pernah dilarang mementaskan Sampek Engtay pada Mei 1989 di Medan, Sumatera Utara.

Alasan Gubernur Sumatera Utara saat itu adalah Sampek Engtay dianggap tidak sesuai dengan kebudayaan nasional. Gubernur menyebut Sampek Engtay tidak sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1976 tentang pelaksanaan kegiatan agama, kepercayaan, dan adat istiadat China.

Padahal, sebelumnya di Jakarta, pada Oktober 1988, Sampek Engtay telah digelar tanpa larangan.

Zaman telah berganti. Teater Koma belakangan telah belasan kali mementaskan Sampek Engtay. Tahun ini merupakan tahun ke-25 N Riantiarno dan kawan-kawan mementaskan Sampek Engtay.

"Ada banyak hal yang membikin kami menemukan hal-hal yang tetap saja baru meski sudah 25 tahun kami pentaskan," kata N Riantiarno, pendiri, aktor, dan sutradara Teater Koma.

Cerita rakyat, bagi Riantiarno, selalu memiliki kemampuan untuk diterjemahkan asal dalam kondisi yang cocok dan pas.

"Bukan hanya dari China lakon ini berasal, melainkan cara kami menjalin kisahnya sehingga menjadi lakon manusia. Lakon bersumber dari Banten dan Sampek Engtay bersekolah di Betawi. Eng Tay kawin dengan Macun, tetapi mampir di kuburan Sam Pek. Lalu Sam Pek dan Eng Tay menjadi kupu-kupu di Pandeglang," katanya.

Sampek Engtay disebut Riantiarno sebagai kisah percintaan di mana pun. Kisah kegagalan yang kemudian menyatukan. "Saya ingin kisah ini membikin kita menghargai kehidupan. Dari mana pun lakon ini berasal," katanya. (Putu Fajar Arcana/Frans Sartono)

Editor :
Robert Adhi Ksp



Feb 8, 2013

The Tallow Candle


Karya pertama HC Andersen Ditemukan
Kamis, 13 Desember 2012 | 23:24 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com--Sebuah karya awal ciptaan Hans Christian Andersen berjudul "The Tallow Candle" ditemukan di bawah sebuah kotak di dekat rumah penulis dongeng asal Denmark itu.

Manuskrip yang ditulis dengan tinta itu didedikasikan "Untuk Nyonya Bunkefold, dari HC Andersen".

Bunkefold diperkirakan sebagai seorang janda yang sering dikunjungi dan tempat Andersen meminjam buku semasa kecil.

"The Tallow Candle" adalah cerita pendek tentang sebuah lili yang dihormati. Ia diabaikan ketika berubah menjadi kotor dan nasibnya berubah ketika kecantikan dari dalamnya dikenali.

Sejarawan Esben Brage menemukannya di sebuah kota arsip di National Archives of Funen pada bulan Oktober. Sejak saat itu, para ahli mengamati temuan yang diyakini sebagai salinan dari manuskrip 700 kata itu.

Para ahli berpendapat gaya cerita yang sederhana itu tidak sama dengan karya Andersen ketika dewasa. Mereka berpendapat cerita itu ditulis ketika Andersen masih bersekolah, di tahun 1820-an.

Pakar dongeng Andersen, Ejnar Stig Askgaar menjuluki penemuan itu "sensasional".

"Saya tidak ragu itu tulisan Andersen," katanya, seperti yang dikutip dari laman BBC.

Andersen lahir di Odense pada tahun 1805, anak dari pasangan pembuat sepatu dan tukang cuci. Ia berkonsentrasi pada puisi sebelum buku dongeng pertamanya keluar pada tahun 1835.

Kebanyakan karya terkenal Andersen, seperti "Baju Baru Sang Raja" dan "Putri Duyung", bercerita tentang kekayaan dan kecantikan, seperti yang juga terlihat pada "The Tallow Candle".

Sebelum meninggal pada 1875, Andersen menulis ratusan dongeng yang diterjemahkan ke dalam ratusan bahasa.

Sumber: Kompas, 13 Desember 2012

Feb 7, 2013

Dunia Pendidikan 4 Generasi

Holistik, bukan atomistik.
 
 

Guru dan Perubahan

Oleh Rhenald Kasali

TAK dapat disangkal, guru merupakan sosok penting yang mengawal perubahan di awal abad XXI.

Guru berpikir jauh ke depan, bukan terbelenggu ilmu masa lalu, sebab tak banyak orang yang melihat anak-anak telah hidup di sebuah peradaban yang berbeda dengannya. Sementara kurikulum baru yang belum tentu sempurna sudah dihujat, kaum muda mengatakan kurikulum lama sudah tidak relevan mengisi masa depan mereka.

Untuk pertama kali dalam sejarah, dunia kerja dan sekolah diisi empat generasi sekaligus, generasi kertas-pensil, generasi komputer, generasi internet, dan generasi telepon pintar. Terjadi celah antargenerasi, "tulis dan temui saya" (generasi kertas), "telepon saja" (generasi komputer), "kirim via surel" (generasi internet), tetapi generasi terbaru mengatakan, "Cukup SMS saja". Yang tua rapat dengan perjalanan dinas, yang muda pakai skype.

Generasi kertas bersekolah dalam sistem linier terpisah-pisah antarsubyek, sedangkan kaum muda belajar integratif, lingkungannya dinamis, bersenang-senang, dan multitasking. Sekolah bahkan tidak lagi memisahkan kelas (teori) dari lab.

Lewat studinya, The Institute for the Future, University of Phoenix (2012), menemukan, kaum muda akan mengalami usia lanjut yang mengubah peta belajar dan karier. Mereka pensiun di usia 70 tahun, harus terbiasa dalam budaya belajar seumur hidup dan merawat otaknya. Generasi yang terakses jaringan TI bisa lebih cepat dari orangtuanya merencanakan masa depan. Pandangan mereka sama sekali bertentangan dengan celoteh kaum tua di media massa atau suara sumbang yang menentang pembaruan. Ketika guru kolot yang baru belajar Facebook mengagung-agungkan Wikipedia, kaum muda sudah menjelajahi literatur terbaru di kampus Google.

Saat orang tua berpikir kuliah di fakultas tradisional (hukum, ekonomi, kedokteran), generasi baru mengeksploitasi ilmu masa depan (TI kreatif, manajemen ketel cerdas, atau perdapuran kreatif). Cita-citanya menjadi koki, perancang busana, atau profesi independen lain. Ketika geologiman generasi kertas menambang di perut bumi, mereka merancang robot-robot raksasa untuk menambang di meteor. Bila eksekutif tua rindu diterima di Harvard, generasi baru pilih The Culinary Institute of America.

Bahasa dan fisika

Sulit bagi generasi kertas menerima pendidikan yang integratif. Bagi kami, fisika dan bahasa adalah dua subyek terpisah, beda guru dan keahlian. Satu otak kiri, satunya otak kanan. Kita mengerti karena dibesarkan dalam rancang belajar elemen, bukan integratif. Dengan cara lama itu, bingkai berpikir kita bahasa diajarkan sarjana sastra, fisika diajarkan orang MIPA. Dari model sekolah itu wajar kebanyakan aktuaris kurang senyum, ilmunya sangat serius, matematika. Namun, saat meluncurkan program MM Aktuaria minggu lalu, saya bertemu direktur aktuaria sebuah perusahaan asuransi lulusan Kanada yang punya hobi melukis dan mudah senyum. Mengapa di sini orang pintar susah senyum?

Sewaktu mengambil program doktor, saya menyaksikan Gary Stanley Becker (Nobelis Ekonomi, 1992) menurunkan rumus matematika Teori Ekonomi Kawin-Cerai dengan bahasa yang indah. Mendengarkan kuliahnya, saya bisa melihat dengan jelas mengapa pertumbuhan ekonomi yang tinggi bisa membuat keluarga-keluarga Indonesia berevolusi menjadi orangtua tunggal.

Rendahnya komunikasi dan pengambilan putusan dalam pen- didikan dasar jelas akan membuat generasi baru kesulitan meraih pintu masa depannya. Di Jepang, seorang kandidat doktor asal Indonesia digugurkan komite penguji bukan karena kurang pandai, melainkan buruk bahasanya. Ia hanya pakai bahasa jari dengan kalimat "from this, and then this …, this…, this…, and proof". Waktu saya tanya, para penguji berkata, "Sahabatku, tanpa bahasa yang baik, orang ini tak bisa ke mana-mana. Ia harus belajar berbahasa kembali."

Tanpa kemampuan integratif, kemampuan kuantitatif, anak- anak pintar Indonesia tak akan mencapai impiannya. Jadi, kurikulum mutlak harus diperbaiki. Jangan hanya ngomel atau saling menyalahkan. Ini saat mengawal perubahan. Namun, catatan saya, Indonesia butuh life skills, yakni keterampilan melihat multiperspektif untuk menjaga persatuan dalam keberagaman, assertiveness untuk buang sifat agresif, dan asal omong dalam berdemokrasi. Indonesia butuh mental yang tumbuh, jiwa positif memulai cara-cara baru, keterampilan berpikir kritis melawan mitos, dan metode pengajaran yang menyemangati, bukan budaya menghukum dan bikin bingung.

Inilah saat guru dan orangtua berubah. Dimulai dari kesadaran, dunia baru beda dengan dunia kita. Cara berpikir kita harus bisa mengawal anak-anak jadi pemenang di akhir abad XXI dengan rentang usia jauh lebih panjang.

RHENALD KASALI Guru Besar FE UI

Sumber: Kompas, 07 Februari 2013

Feb 6, 2013

3 Kejahatan Utama

TIGA kejahatan utama yang dilakukan oleh kaum yang mengaku dirinya intelektual (seperti mahasiswa) yakni:
1. Tidak suka membaca
2. Tidak senang berdiskusi
3. Tidak hobi menulis
 
 
---
RESENSI BUKU
Jurus Jitu Menulis Artikel Layak Jual
Jumat, 27 Juli 2012

Judul Buku    : Menembus Koran, Cara Jitu Menulis Artikel Layak Jual
Penulis          : Bramma Aji Putra
Penerbit        : Leutika, Yogyakarta
Cetakan        : II, 2011
Tebal             : xiv + 208 halaman
ISBN              : 978-602-8597-45-6

HARUS kita akui dengan jujur, bahwa kegiatan menulis masih belum terasa mentradisi (apalagi membumi) di negeri ini, bahkan (ironisnya) di kalangan intelektual itu sendiri, seperti mahasiswa, dosen serta para tenaga didik. Tradisi berbicara, menonton, dan budaya-budaya serba instan masih begitu mendominasi keseharian masyarakat kita.

Padahal, aktivitas menulis itu sangatlah penting untuk dibudayakan secara turun temurun. Coba sekarang kita renungkan, para pelajar yang duduk di bangku sekolah semuanya belajar dengan menggunakan buku-buku materi pelajaran. Adanya buku, berarti menjadi satu indikasi nyata bahwa ada yang menulis buku, yaitu penulis. Pun dengan media cetak dan elektronik yang bisa setiap saat kita baca beragam beritanya, mengindikasikan bahwa semua itu butuh penulis untuk menuliskan terlebih dahulu sebelum informasi atau berita tersebut akhirnya terpublikasi dan dibaca oleh khalayak luas. Bahkan sebuah film, sinetron, lagu, semuanya membutuhkan jasa seorang penulis yang terlebih dulu menuliskan gagasan-gagasan tersebut ke dalam berlembar-lembar kertas atau perangkat komputer dan laptop. Jadi, sudah sangat jelas, bahwa menulis adalah sebuah aktivitas yang penting dan tak boleh dianggap remeh, apalagi dipandang sebelah mata.

Buku berjudul "Menembus Koran, Cara Jitu Menulis Artikel Layak Jual" ini patut Anda baca, khususnya bagi para mahasiswa dan juga mereka yang ingin menekuni dunia kepenulisan. Buku ini terdiri dari delapan bab yang menjadi bahasan pokoknya. Bab pertama menjelaskan tentang alasan; kenapa kita harus menulis? Dalam bab ini dipaparkan, ada "tiga kejahatan utama" yang dilakukan oleh kaum yang mengaku dirinya intelektual, seperti mahasiswa, yaitu; tidak suka membaca, tidak senang berdiskusi dan tidak hobi menulis.

Kenapa "tidak suka membaca" disebut kejahatan intelektual? Ya, karena membaca adalah kunci pembuka tabir rahasia semesta. Lantas, mengapa mahasiswa yang "tak hobi menulis" juga dianggap melakukan kejahatan intelektual? Ada beragam alasan untuk menjawabnya. Di antaranya; karena menulis adalah sarana aktualisasi diri. Sebagai mahasiswa tentu dia memiliki wawasan lebih luas ketimbang mereka yang tak mampu mengenyam pendidikan tinggi. Nah, berbagi wawasan melalui karya tulis adalah salah satu sarana untuk menyebarkan informasi dan kebaikan, atau istilah dalam ajaran agama Islam: Amar ma'ruf nahi munkar.

Bab kedua buku ini menjelaskan tentang manfaat menulis di berbagai media massa, termasuk manfaat yang bersifat pribadi dan umum. Manfaat pribadi di antaranya; seorang penulis akan memperoleh kepuasan batin karena gagasannya bisa dibaca oleh khalayak luas, memperoleh honor yang memadai, menjadi terkenal, pikiran terasa lebih jernih karena kegundahan hati yang dirasakan akhirnya bisa tercurahkan melalui sebuah tulisan dan lain sebagainya.

Bab ketiga mengulik tentang syarat-syarat artikel yang layak jual di media massa. Termasuk mengupas jenis tulisan apa saja yang berpeluang besar dimuat media, cara membuat tulisan, judul dan tema yang memikat hati redaktur serta pembacanya, dan lain-lain. Bab keempat menjelaskan langkah-langkah menulis artikel dan bagaimana cara mengawali sebuah tulisan, seperti membuat pre-writing terlebih dulu, baru kemudian writing, dan yang terakhir pos-writing.

Dan masih ada beberapa bab lain yang akan membantu memudahkan Anda yang ingin menekuni dunia kepenulisan dan kupasan cara-cara mengirim tulisan, jumlah minimal karakter sebuah tulisan, dan rubrik-rubrik apa saja yang bisa Anda tembus di berbagai media massa. Bahkan, nominal honor dari berbagai media pun dibahas tuntas dalam buku ini, dengan tujuan agar melecut semangat Anda dan diharapkan bisa memilih rubrik mana sekiranya yang ingin Anda tembusi terlebih dulu.

Selain itu, Bramma Aji Putra, penulis buku ini juga melampirkan beberapa tulisan yang sudah pernah dimuat di media massa sebagai tamsil dan perbandingan. Juga dilengkapi kutipan kata-kata motivasi dari para penulis senior yang akan membuat buku ini tidak hanya sekadar teori, tapi juga penuh dengan inspirasi. Seperti kutipan kata-kata yang pernah diucapkan oleh almarhum Zainal Arifin Thoha: jika Anda ingin mengerti dan dimengerti, menulislah. Jika Anda bukan anak seorang raja atau pembesar, menulislah. Jika Anda ingin menghormati dan dihormati, menulislah. Jika Anda ingin menghargai dan dihargai, menulislah. Jika Anda ingin dikenang dalam keabadian, menulislah.
***
 
Diresensi oleh: Sam Edy Yuswanto, penulis lepas dan penikmat buku, tinggal di Kebumen, Jateng.

Sumber: Kompas, 27 Juli 2012