Jan 22, 2011

Sungsang terbalik

Masihkah ada secercah harapan itu sebagai bangsa?

Kriminal atau Pahlawan
Sabtu, 22 Januari 2011 | 04:45 WIB

Jakob Sumardjo

Indonesia gudangnya cerita absurd, paradoks, dan irasional. Kita sekarang tahu negeri ini semakin merosot justru karena pengelola negara semakin kaya dengan kekayaan yang juga absurd.

Bayangkan seorang guru besar yang telah pensiun sesudah mengabdikan diri mendidik para sarjana selama 40 tahun! Ia mendapatkan pesangon pensiun sebesar Rp 34 juta dan uang pensiun setiap bulan Rp 2,5 juta. Bandingkan dengan seorang pegawai pajak berusia 30 tahun yang berhasil meraup uang negara puluhan—mungkin ratusan—miliar rupiah dan dihukum tujuh tahun penjara. Belum lagi ribuan cerita absurd lain di negeri ini.

Benarlah cerita pendek Somerset Maughan tentang belalang yang rajin dan belalang yang malas menghadapi musim dingin. Tak usah rajin bekerja di republik ini sebab para pemalas yang akan menikmati kerja keras orang lain. Para pemalas itu bisa berstatus pejabat apa pun. Tak mengherankan bahwa banyak kandidat pejabat yang rela menjual sawah, ternak, bahkan rumah buat merintis jalan menduduki kursi jabatan.

Jabatan adalah kekuasaan. Dengan kekuasaan yang tak terkontrol siapa pun, meski tersedia lembaga kontrol, Anda akan jadi despot gurem yang cukup ampuh menilep hasil kerja keras belalang-belalang bodoh yang masih percaya kisah moral macam itu.

Kekuasaan tidak bermoral

Rakyat negeri ini dikenal dan mengaku diri religius serta menjunjung tinggi moral. Namun, apabila kekuasaan sudah tak bermoral, orang-orang baik menjadi orang-orang bodoh. Di tengah belalang bodoh semacam itu, si jahat bebas melakukan hukumnya sendiri yang berbalikan dengan moralitas.

Terjadilah hukum terbalik di Indonesia: yang kerja keras tetap miskin, yang tak bekerja justru kaya; yang jujur selalu salah, yang tak jujur selalu benar; kejujuran adalah kebohongan, kebohongan adalah kejujuran; yang profesional tak dipakai, yang amatir justru berkuasa.

Hukum terbalik inilah yang membuat negara dan bangsa bukan berjalan maju, melainkan berjalan mundur. Bukan tak ada menjadi ada, tetapi dari ada semakin tak ada. Indonesia pun menjadi tidak-Indonesia.

Hukum terbalik Indonesia ini hanya dapat dikembalikan dengan hukum kewarasan kembali, yakni yang ditindas menjadi penindas, yang miskin menjadi kaya dan yang kaya dimiskinkan, yang profesional mengganti yang amatir, yang kriminal adalah kriminal, dan yang pahlawan adalah pahlawan. Belalang rajin makan saat paceklik serta belalang malas dan bodoh akan kelaparan.

Sekarang ini absurditas masih realitas bahwa kriminal adalah pahlawan bangsa, sedangkan pahlawan sejati dijadikan kriminal. Negara ini sedang menjadi negara kaum kriminal, tetapi para kriminal bukan masuk penjara, justru menjadi para pahlawan bangsa. Apa beda antara pahlawan dan kriminal?

Logika sekarang menyatakan: tidak ada bedanya. Semakin Anda brutal dalam kriminal, dan dengan demikian kaya raya, Anda akan mendapatkan pemuja-pemuja. Mereka bagai anjing-anjing yang setia menanti remah-remah kriminalitas Anda.

Itulah sebabnya, para syahid korban kriminal ini menjelang kematian tidak mau dikuburkan di taman makam pahlawan. Taman makam pahlawan telah menjadi taman kriminal. Kalau mau menengok kuburan orang-orang syahid Indonesia, lebih baik pergilah ke kuburan-kuburan rakyat jelata, korban dari para pahlawan bangsa sekarang ini.

Semar gugat

Ada cerita dalam wayang Jawa tentang Semar gugat. Tokoh yang dipuja orang Jawa ini hanyalah abdi atau hamba para kesatria Pandawa. Wujudnya paradoks, lelaki tetapi ditampilkan berpayudara seperti perempuan dalam fisiknya yang kebulat-bulatan. Dia adalah wakil rakyat kecil. Namun, sebenarnya Semar yang juga bernama Ismaya atau Maya adalah saudara kembar Manik atau Batara Guru yang berkuasa atas dunia dan isinya.

Dalam cerita itu, Batara Guru sering memutuskan secara tidak adil nasib manusia. Kita lihat bahwa para dewa saja bisa tidak adil, apalagi dewa-dewa Indonesia sekarang. Melihat para majikan Semar diperlakukan tidak adil oleh Batara Guru, Semar marah besar. Pandangan matanya yang senantiasa berair dan kabur itu tiba-tiba mengalirkan air mata terus-menerus. Perutnya menjadi mual dan kembung oleh ketidakadilan sehingga kentut terus-menerus.

Bau kentut Semar bisa membuat mabuk para dewa, bahkan mematikannya. Semar, yang hamba dina ini, akan naik ke swargaloka untuk menghajar kembarannya, Batara Guru. Dengan mudah sang dewa penguasa itu dibekuk, minta ampun, dan akhirnya berjanji akan berbuat adil.

Para guru besar, pengusaha jujur, atau petani yang keras bekerja di terik matahari adalah Semar. Mereka cuma hamba-hamba pelayan masyarakat yang telah lama diperlakukan tak adil oleh para dewa kriminal.

Mata mereka tak rembes alias berair dan tak bisa kentut. Namun, mereka adalah kekuatan terpendam: bisa marah seperti Semar berkulit hitam legam. Si hitam ini akan mampu membekuk Batara Guru yang kuning.

Yang kuning dijadikan hitam dan yang hitam menjadi kuning. Hukum terbalik itu sudah kodrati, tak bisa dihindari seperti hukum kematian manusia. Begitu juga kriminal tak selamanya pahlawan.

Negeri ini tinggal tunggu waktu kapan jam 12 malam akan tiba, saat Semar dan anak-anaknya muncul di layar wayang. Itulah saat Semar menggugat kekuasaan yang sungsang terbalik ini.

Jakob Sumardjo Esais

Sumber: Kompas, 22 Jan 11


Jan 14, 2011

One day 10,000 steps

Why driving is unhealthy...
 

Perbanyak Langkah Mengurangi Risiko Diabetes
Jumat, 14 Januari 2011

ilustrasi-[google] ilustrasi-[google]

[LONDON] Berdasarkan penelitian, banyak berjalan tidak hanya membakar kalori tetapi juga mengurangi kesempatan mengidap penyakit diabetes. Sebagai bagian penelitian dari penelitian nasional di Australia untuk menghitung tingkat diabetes, ahli memberi sekitar 600 orang dewasa alat pengukur langkah untuk menghitung berapa banyak langkah yang mereka lakukan selama dua hari berturut-turut di tahun 2000 dan diulangi kembali pada tahun 2005. 

 Selain itu, mereka yang berpartisipasi juga telah mengisi formulir mengenai pola makan dan pola hidup mereka dan telah diambil perhitungannya seputar tinggi badan, berat badan dan kepekaan terhadap insulin. Hasilnya, ditemukan bahwa mereka yang selalu berjalan setelah lima tahun, tidak hanya memiliki index massa tubuh rendah tetapi juga lebih peka terhadap insulin dan kecil kemungkinan terkena diabetes.  

Penelitian tersebut dibiayai oleh Pemerintah Asutralia beberapa perusahaan obat yang membuat obat untuk penyakit diabetes termasuk Abbot Australasia, AstraZeneca, Bristol-Myers Squibb. Dan penelitian ini telah dipublikasikan di Jurnal BMJ.  


Banyak badan dan petugas kesehatan yang merekomendasikan orang untuk berjalan 10.000 langkah per hari atau setara dengan kurang lebih 5 mil (8km). Pemimpin penelitian yang berasal dari Institut Penelitian Kesehatan Anak Murdoch di Melbourne memperkirakan jika mereka yang suka bersantai meningkatkan langkah per harinya untuk mencapai 10.000 langkah, mereka akan mengurangi index massa tubuh satu angka dan tiga kali merubah kepekaan terhadap insulin.  


Petugas kesehatan selalu mengingatkan dan menyarankan untuk selalu tetap ramping dan berlatih untuk menghindari diabetes.   "Pikirkan apa yang kamu lakukan tiap hari dan bagaimana kamu bisa bekerja dengan memperbanyak langkah," saran dari Asosiasi Penderita Diabetes Amerika dalam website mereka yang selalu menyarankan menaiki tangga dari pada menggunakan elevator. [AP/NOV/N-5]

Jan 9, 2011

Kebangkitan Film Komedi Indonesia?

ternyata 'saba ' itu artinya berkunjung atau bepergian ke luar rumah...  (EJ)


Kala Kabayan Saba Kota (Lagi)
Minggu, 9 Januari 2011 | 03:11 WIB

Budi Suwarna

TERTAWALAH SEBELUM TERTAWA ITU DILARANG. Itu sindiran Warkop pada era Orde Baru. Kini tertawa juga belum dilarang. Namun, produser harus jeli mencari celah tawa. Termasuk memanggil Kabayan untuk turun ke kota atau memasang tokoh mahasiswa seperti model Warkop dulu.

Sepanjang liburan Natal dan Tahun Baru kali ini, setidaknya ada dua film komedi yang beredar di bioskop, yakni Kabayan Jadi Miliyuner (KJM) dan 3 Jejaka Tanggung. Mari kita tengok ceritanya.

KJM tidak lain adalah versi lain dari lima film Kabayan yang terhitung sukses di pasaran pada era 1990-an. Benang merah kisahnya tetap sama, yakni percintaan antara Kabayan dan Nyi Iteung. Hanya saja, di KJM, Iteung tidak digambarkan sebagai gadis desa yang lugu, tetapi gadis metropolis yang modis, berpendidikan, bekerja sebagai sekretaris, dan tinggal di apartemen mewah bersama orangtuanya yang materialistis.

Cerita bermula dari kedatangan Rocky yang ingin menguasai tanah Pesantren As-Salam tempat Kabayan dan para santri tinggal. Pemimpin pesantren, Ustaz Soleh, menyerahkan semua keputusan kepada Kabayan. Kabayan menolak usaha pengambilalihan tanah pesantren untuk dijadikan perumahan mewah. Namun, Rocky tidak kehabisan akal. Dia mengirim sekretaris sekaligus tunangannya yang cantik, Iteung, untuk memperdaya Kabayan. Tidak disangka, Kabayan dan Iteung malah saling jatuh cinta.

Chand Parwez Servia, produser Starvision yang memproduksi KJM dan lima serial Kabayan sebelumnya, mengatakan, dia berusaha mendekatkan kisah Kabayan dengan generasi sekarang yang akrab dengan kultur MTV. "Kalau dikasih cerita Kabayan versi klasik, mereka belum tentu mengerti," ujar Parwez.

Mungkin itu sebabnya Parwez memasang Jamie Aditya yang pernah menjadi host dan ikon MTV Indonesia sebagai Kabayan serta menempatkan Rianti Cartwright yang wajahnya indo sebagai Iteung. Di film ini juga ada adegan Superman yang komplain—dalam bahasa Sunda—pada jin "teman baik" Kabayan yang ngebut di angkasa.

Film 3 Jejaka Tanggung juga menyasar penonton anak muda. Film ini bercerita tentang tiga mahasiswa yang suka pesta dan hura-hura. Suatu ketika, sehabis mabuk, mereka diculik dan tiba-tiba berada di pedalaman Kalimantan. Mereka kemudian ditahan oleh suku Dayak karena dianggap membuat onar. Pada akhirnya, mereka tampil sebagai pahlawan yang berhasil menyelamatkan perkampungan Dayak itu dari seorang pengusaha rakus.

Kedua film ini tampaknya dibuat untuk memberi hiburan semata tanpa pusing-pusing memikirkan logika cerita. Di film 3 Jejaka Tanggung, misalnya, penonton tidak pernah mendapat penjelasan bagaimana tiga mahasiswa yang suka hura-hura itu diculik dan terdampar di Kalimantan.

Penjelasan bagaimana Iteung bisa jatuh cinta kepada Kabayan yang miskin dan kampungan di film KJM juga kurang meyakinkan. Cinta seolah muncul begitu saja.

Parwez mengatakan, film komedi untuk masa liburan yang penting bisa menghibur. Selain itu, karena film komedi pada masa liburan ditonton keluarga, film itu tidak boleh memuat adegan seks dan tidak mengeksploitasi tokoh jahat.

Gope Samtani, Direktur Utama Rapi Films yang memproduksi 3 Jejaka Tanggung, mengatakan, film komedi yang penting lucu. "Selama liburan orang itu ingin tertawa dan terhibur. Jadi, tidak perlu diberi cerita yang ribet-ribet," ujar Gope.

Tradisi

Film komedi sudah mentradisi sebagai tontonan pada musim liburan. Era 1960-an dan 1970-an, film-film Bing Slamet dengan Kwartet Jaya-nya (Bing Slamet, Ateng, Iskak, Eddy Soed) populer dengan Bing Slamet Setan Jalanan sampai Bing Slamet Koboi Cengeng. Era 1980-an dan 1990-an giliran film-film Warkop Dono Kasino Indro yang mendominasi tontonan bioskop setiap musim libur, terutama Lebaran. Mereka menghasilkan 34 film yang di Jakarta saja ditonton sekitar 400.000-600.000 penonton.

Pertengahan tahun 2000-an, film komedi pada masa liburan sempat redup karena kepungan film horor, drama yang dibalut religi, dan film anak-anak macam Laskar Pelangi. Sampai musim liburan kali ini pun, film komedi belum sanggup mendominasi bioskop lagi, seperti zaman Warkop DKI. KJM dan 3 Jejaka Tanggung, misalnya, harus bersaing ketat dengan film horor Pocong Rumah Angker dan dua film drama berbalut kemasan religi, yakni Khalifa dan Dalam Mihrab Cinta.

Meski begitu, film komedi tetap meraup rezeki tambahan pada musim liburan. Gope mengklaim, film 3 Jejaka Tanggung dalam sepekan ditonton 130.000 orang. "Sampai sekarang (minggu kedua), film itu masih diputar. Kami harap film itu bisa ditonton 300.000 penonton. Angka itu sudah bagus buat film lokal untuk saat ini," ujar Gope.

Parwez mengklaim, KJM ditonton 400.000 orang dalam dua pekan. Film ini masih diputar di sejumlah bioskop. Pada saat musim liburan, kata Parwez, jumlah penonton secara keseluruhan memang naik 25-40 persen. Karena itu, semua produser berlomba-lomba mendapatkan waktu tayang pada saat itu. "Apa pun genre film yang kami buat, kami sudah harus memastikan dapat waktu tayang pada saat liburan ketika film akan diproduksi. Kalau tidak, film kami disalip film lain," ujar Parwez.

Sebenarnya, lanjut Gope, semua genre film punya kesempatan yang sama untuk meraih penonton pada saat liburan. Meski begitu, memproduksi film komedi untuk musim liburan tetap lebih menguntungkan. "Setelah masa liburan habis, kami bisa menjual hak siar film komedi ke (stasiun) televisi. Kalau film horor, televisi tidak mau menayangkan," ujar Gope. Apa boleh buat, film memang harus berputar.

Sumber: Kompas, 9 Januari 2011

Grandis Food Louver

Salah satu prioritas tertinggi bulan depan... :-)

Kumpul Tidak Kumpul asal Makan (di Mal )
Minggu, 9 Januari 2011 | 03:47 WIB
KO M PA S / P R I YO M B O D O
Suasana di @ America di Pacific Place, Jakarta Selatan, Selasa (4/1). Pusat Kebudayaan Amerika ini buka di mal sebagai upaya mendekatkan diri kepada masyarakat

Yulia Sapthiani dan Ilham Khoiri

Mal adalah gelanggang makanan. Hampir semua selera dilayani mal. Dari sushi sampai gudeg, dari sate hingga steak, dari pecel hingga burger. Orang-orang menyerbu mal untuk menikmati hiburan lidah berupa makan dan makan.

Saat jam makan siang sekitar akhir Desember lalu, orang-orang hiruk pikuk di Food Louver, Mal Grand Indonesia, Jakarta. Banyak pengunjung bahkan harus berdiri menunggu giliran mendapat kursi.

"Iya nih, kalau jam segini susah mencari tempat duduk. Saya dan teman-teman sudah dari tadi mencari kursi, tetapi baru dapat sekarang," tutur Nita (38), karyawati bank yang datang bersama tiga temannya.

Sebagai foodcourt yang berada di kawasan perkantoran antara Jalan Jenderal Sudirman dan MH Thamrin, Food Louver yang berada di lantai 3 memang selalu dipenuhi karyawan dari sekitar wilayah tersebut setiap istirahat siang. Mereka rata-rata datang bersama teman supaya bisa membagi tugas, antara mencari tempat duduk dan memesan makanan.

Meski harus berjuang dan bersabar mendapat kursi dan antre memesan makanan, Nita tak pernah kapok datang ke arena jajan tersebut. "Selain dekat dengan kantor, variasi makanannya banyak. Kami juga tidak kepanasan atau takut kehujanan waktu makan karena lokasinya di dalam mal," ujar Nita.

Kalau pada hari kerja tempat makan ini dipenuhi karyawan kantor, maka pada akhir pekan pengunjungnya didominasi keluarga. Selain ke Food Louver, mereka biasanya memenuhi area makan lain di lantai LG, 3A, dan 5 mal barat. Di lantai 3A dan 5, pengunjung bisa makan sambil menikmati suasana di Jepang, China, Amerika, atau Eropa melalui desain di setiap areanya. Jenis makanannya tentu saja disesuaikan dengan tema tempat-tempat tersebut.

"Sebagai mal yang berkonsep memberi hiburan untuk keluarga, kami menjadikan tempat makan sebagai tujuan pengunjung datang ke sini karena hampir bisa dipastikan mereka akan makan atau minum meskipun tidak belanja," kata Senior Marketing Communication Manager GI Teges Prita Soraya.

Karena area makan sudah menjadi daya tarik pengunjung datang ke mal yang berada di pusat kota Jakarta ini, GI berencana menambah area tersebut di mal timur.

Mal Kelapa Gading (MKG) dan Cilandak Town Square (Citos), yang berada di sisi utara dan selatan Jakarta, juga menjadikan kuliner sebagai daya tarik bagi pengunjung. Memanfaatkan ketenaran Kelapa Gading sebagai daerah wisata kuliner di Ibu Kota, MKG menjadikan makanan sebagai salah satu konsep mereka selain hiburan dan mode.

"Kuliner menjadi perhatian utama kami karena wilayah Kelapa Gading telah berkembang dan dikenal sebagai kota sejuta makanan. Faktor ini menjadi daya tarik kuat bagi masyarakat, bahkan yang tinggal di luar wilayah Kelapa Gading," kata Cut Meutia, General Manager Corporate Communications PT Summarecon Agung Tbk.

Untuk memperkuat konsep kuliner ini, area-area makanan berbentuk foodcourt disediakan di beberapa tempat, salah satunya Food Temptation yang berada di lantai 3 MKG 3 seluas 7.000 meter persegi dengan kapasitas lebih dari 2.200 kursi.

Food Temptation ini berdampingan dengan area makan lainnya, yaitu Eat and Eat yang memiliki daya tarik dengan desainnya yang unik. Berada di Eat and Eat MKG, kita serasa berada di pasar pada zaman dulu. Selain itu, ada Food Sensation yang berada di MKG 1.

Konseptor Eat and Eat, Iwan Tjandra, mengatakan, semakin banyak tempat makan di sebuah mal membuat dia harus membuat konsep unik untuk area kuliner ciptaannya. Dia juga harus menyesuaikan jenis makanan yang dijual dengan karakter konsumen di wilayah Eat and Eat berada.

Di Eat and Eat MKG, misalnya, Iwan menggabungkan kuliner tradisional, barat, dan beberapa menu nonhalal. Adapun Eat and Eat yang ada di Gandaria City, Jakarta Selatan, didominasi oleh kedai yang menyediakan makanan tradisional, seperti pecel Solo, pempek Palembang, nasi Padang, dan gudeg Jogja.

Sementara dominasi tempat makan di Citos terlihat dari jumlah 60-an gerai—dari total 85 gerai—yang menjual makanan dan minuman. Keberadaan deretan tempat makan dan minum ini, seperti Starbucks, Dome, The Coffee Bean & Tea Leaf, De'Excelso, atau Bakerzin, membuat pengunjung bisa bersantai sambil makan dan minum.

Kumpul itu makan

Ternyata konsep ini diminati. Buktinya, pengunjung Citos hampir selalu ramai setiap hari, apalagi pada akhir pekan atau liburan. Berdasarkan catatan pengelola, ada sekitar 6.000 kendaraan yang masuk ke situ setiap hari. Jumlah pengunjungnya diperkirakan 20.000 orang per hari.

Kenapa mal-mal itu menyediakan banyak gerai makanan? "Karena orang-orang suka berkumpul dan bersantai. Apa yang dilakukan orang saat bersantai? Salah satunya, ya makan," kata Yen Yen, General Manager Marketing dan Promosi Citos.

Tempat-tempat makan ini tak hanya berada di tempat yang dikhususkan sebagai area kuliner. Beberapa di antaranya bahkan digabungkan dengan tempat lain, seperti kafe yang berada di dalam toko buku Gramedia GI.

Selain untuk mereka yang memang punya tujuan makan, keberadaan area makan di mal membantu pengunjung yang punya tujuan lain, salah satunya kumpul-kumpul, seperti yang dikatakan Yen Yen. Tak sedikit orang-orang datang ke tempat makan di mal sambil melakukan aktivitas yang serius.

Sari Fisdi (33), misalnya. Pada pertengahan pekan lalu datang bersama teman-temannya ke Sky Dinning di Plaza Semanggi untuk membuat makalah sebagai tugas dari tempat kuliah mereka di Universitas Mercu Buana, Jakarta. Mereka biasa berkumpul di area yang berada di lantai 10 Plaza Semanggi ini hingga beberapa jam sampai makalah selesai dan sambil menunggu menghilangnya kemacetan jalan pada sore hari.

Ya, daripada lelah berada di lalu lintas Jakarta, berkumpul dengan teman sambil menyeruput teh atau kopi di mal memang menjadi pilihan menarik warga Jakarta saat pulang kerja.

Sumber: Kompas, 9 Januari 2011