Showing posts with label Liputan. Show all posts
Showing posts with label Liputan. Show all posts

May 15, 2012

Presentasi Peneliti di Forum Internasional akan...

* Asal jangan cuma NATO *
 
Presentasi Peneliti di Forum Internasional akan Dibiayai Pemerintah
| Lusia Kus Anna | Selasa, 15 Mei 2012 | 10:13 WIB
 
 
TERKAIT:

Kompas.com - Pemerintah akan terus mendorong peneliti Indonesia untuk mempublikasikan hasil risetnya ke jurnal internasional. Selain penggunaan skema berstandar internasional, hasil riset para peneliti juga akan diikutsertakan dalam konferensi keilmuan.

Demikian disampaikan Direktur Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Direktorat Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Agus Subekti.

"Kami juga akan biayai keperluan peneliti untuk mempresentasikan hasil risetnya di konferensi. Ini juga sebagai fasilitas dan penghargaan finansial untuk para peneliti," ujarnya.     

Menurut Agus, selain mahasiswa S2 dan S3, mahasiswa S1 Indonesia juga sudah bisa membuat penelitian yang berkualitas dan layak dimuat di jurnal internasional, karena peran dosen yang sinergis dengan mahasiswa dalam tim-tim penelitian.
     
Dosen Universitas Gadjah Mada I Made Andi Arsana mengatakan publikasi jurnal ilmiah sudah menjadi tugas dan kewajiban para peneliti. "Sebelum berbicara penghargaan, hal ini harus menjadi 'passion' para peneliti," ujarnya.

Mengenai kesejahteraan peneliti, I Made menekankan perlunya peningkatan anggaran untuk para peneliti baik yang sedang berada di Indonesia maupun di luar negeri.
     
"Penghargaan yang paling tepat adalah jaminan bahwa mereka bisa bekerja dengan tenang tanpa khawatir soal dapurnya esok hari," ujarnya.
     
Kandidat filosofi doktor di University of Wallongong Australia itu mengatakan untuk meningkatkan publikasi jurnal ilmiah, kebiasaan menulis harus ditingkatkan sejak awal menjadi mahasiswa Indonesia.
     
I Made mengatakan kebiasaan menulis bisa ditingkatkan dengan penerapan sistem pengarsipan karya tulis ilmiah mahasiswa. Pihak kampus bisa memberikan penghargaan dalam level berbeda sesuai dengan jumlah dan kualitas karya tulis mahasiswa.
     
"Jadi seorang mahasiswa, saat lulus tidak saja mengandalkan Indeks Prestasi saat cari kerja tapi juga seberapa banyak penghargaan atas karya ilmiah yang dibuatnya," ujar I Made.

Sumber: Kompas, 15 Mei 2012


Apr 19, 2011

Sun Go Kong vs. Siluman Singa

gentlemen,
guess this will be our topic of discussion this Sunday ? :-)
 

POLITIK KEBUDAYAAN

Wayang Potehi sebagai Perekat Kebangsaan

BUNYI KERENCENGAN bertalu-talu terdengar di balik sudut ruangan merah menyala. Sederetan boneka kain dengan sosok cerita klasik Sun Go Kong bergerak di panggung pertunjukan wayang potehi Sabtu (16/4) malam di Dapur Babah, sebuah restoran peranakan di Jakarta. Pengunjung dari Eropa, negara ASEAN, dan warga Jakarta dengan saksama menonton adegan demi adegan Sun Go Kong melawan Siluman Singa yang mengudeta penguasa Negeri Hao Ke Kok.

Dari balik panggung terdengar rangkaian narasi cerita dalam bahasa Jawa, Indonesia, Melayu Pasar awal abad ke-20, dan dialek Hokkian dibawakan secara fasih seorang pria Jawa arek Suroboyo bernama Subur alias Sugiyo Waluyo (49). Di samping panggung terdapat sebuah layar berisi tulisan alur cerita dalam bahasa Inggris.

Alur cerita mengalir mulus, pengunjung sesekali tertawa lepas mendengar narasi jenaka dalang Subur, yang belajar mendalang potehi sejak tahun 1974 itu. Gerakan tangan Subur lincah memainkan karakter Siluman Singa, Sun Go Kong, dan para sute (adik seperguruan), Pendeta Tong Sam Cong, serta tokoh lain dalam cerita klasik yang dulu dibawakan di kelenteng-kelenteng sebagai tontonan bersama warga lintas komunitas peranakan Tionghoa dan Jawa.

Singkat cerita, Sun Go Kong berhasil mengalahkan Siluman Singa yang akhirnya terbongkar kedoknya sebagai Raja Hao Ke Kok palsu. Raja yang asli dapat dihidupkan kembali oleh Dewata dengan pil kehidupan.

Yang menarik, Pendeta Tong Sam Cong, Sung Go Kong, dan para sute tak mau menerima hadiah harta melimpah dan jabatan yang ditawarkan raja yang mereka tolong. Mereka tetap memilih hidup sederhana dan menyelesaikan tugas mengambil kitab di barat (India). Itulah pesan kesederhanaan dan keluhuran budi yang diusung dengan baik oleh dalang Subur yang bermukim di dekat Kelenteng Hong Tek Hian di Surabaya.

"Saya berharap ada yang mau menjadi penerus seni potehi," ujar dalang Subur prihatin.

Perekat kebangsaan

Seni potehi yang diusung dalang Subur merupakan warisan budaya berusia 3.000 tahun lebih yang dibawa imigran Tionghoa dari daratan Tiongkok. Seni itu kini justru dilestarikan para dalang suku Jawa yang berasal dari Surabaya. Sebagian mereka berguru kepada maestro dalang potehi di Kelenteng Tay Kak Sie Semarang, Thio Tiong Gie.

Pengamat wayang peranakan dari Universitas Indonesia, Woro Retno Mastuti, mengatakan, keberadaan wayang potehi dan wayang thithi (wayang kulit Tionghoa) merupakan kekayaan budaya di Indonesia. Bahasa pengantar pertunjukan wayang sudah menggunakan bahasa Indonesia. "Dekorasi wayang thithi malah menggunakan corak busana batik jawa. Ini tidak ada duanya," ujar Woro.

Woro menambahkan, proses integrasi ini terus berlangsung alamiah. Dia mengenal adanya komunitas dalang peranakan Tionghoa yang setia memainkan wayang purwa.

Istri Duta Besar Singapura untuk Indonesia Gouri Mirpuri mengaku kagum melihat keunikan budaya peranakan di Indonesia yang sudah melebur dalam bagian kebudayaan nasional. "Tentunya menarik kalau bisa dipertunjukkan di Museum Peranakan Singapura. Kita juga prihatin mendengar tidak banyak generasi muda yang mau menjadi dalang wayang potehi," ujar Mirpuri.

Meleburnya potehi merupakan salah satu sarana perekat kebangsaan di dalam negeri dan ke luar sebagai sarana diplomasi budaya yang efektif.

(Iwan Santosa)

Sumber: Kompas, 19 Apr 2011

Jan 14, 2011

One day 10,000 steps

Why driving is unhealthy...
 

Perbanyak Langkah Mengurangi Risiko Diabetes
Jumat, 14 Januari 2011

ilustrasi-[google] ilustrasi-[google]

[LONDON] Berdasarkan penelitian, banyak berjalan tidak hanya membakar kalori tetapi juga mengurangi kesempatan mengidap penyakit diabetes. Sebagai bagian penelitian dari penelitian nasional di Australia untuk menghitung tingkat diabetes, ahli memberi sekitar 600 orang dewasa alat pengukur langkah untuk menghitung berapa banyak langkah yang mereka lakukan selama dua hari berturut-turut di tahun 2000 dan diulangi kembali pada tahun 2005. 

 Selain itu, mereka yang berpartisipasi juga telah mengisi formulir mengenai pola makan dan pola hidup mereka dan telah diambil perhitungannya seputar tinggi badan, berat badan dan kepekaan terhadap insulin. Hasilnya, ditemukan bahwa mereka yang selalu berjalan setelah lima tahun, tidak hanya memiliki index massa tubuh rendah tetapi juga lebih peka terhadap insulin dan kecil kemungkinan terkena diabetes.  

Penelitian tersebut dibiayai oleh Pemerintah Asutralia beberapa perusahaan obat yang membuat obat untuk penyakit diabetes termasuk Abbot Australasia, AstraZeneca, Bristol-Myers Squibb. Dan penelitian ini telah dipublikasikan di Jurnal BMJ.  


Banyak badan dan petugas kesehatan yang merekomendasikan orang untuk berjalan 10.000 langkah per hari atau setara dengan kurang lebih 5 mil (8km). Pemimpin penelitian yang berasal dari Institut Penelitian Kesehatan Anak Murdoch di Melbourne memperkirakan jika mereka yang suka bersantai meningkatkan langkah per harinya untuk mencapai 10.000 langkah, mereka akan mengurangi index massa tubuh satu angka dan tiga kali merubah kepekaan terhadap insulin.  


Petugas kesehatan selalu mengingatkan dan menyarankan untuk selalu tetap ramping dan berlatih untuk menghindari diabetes.   "Pikirkan apa yang kamu lakukan tiap hari dan bagaimana kamu bisa bekerja dengan memperbanyak langkah," saran dari Asosiasi Penderita Diabetes Amerika dalam website mereka yang selalu menyarankan menaiki tangga dari pada menggunakan elevator. [AP/NOV/N-5]

Jan 9, 2011

Grandis Food Louver

Salah satu prioritas tertinggi bulan depan... :-)

Kumpul Tidak Kumpul asal Makan (di Mal )
Minggu, 9 Januari 2011 | 03:47 WIB
KO M PA S / P R I YO M B O D O
Suasana di @ America di Pacific Place, Jakarta Selatan, Selasa (4/1). Pusat Kebudayaan Amerika ini buka di mal sebagai upaya mendekatkan diri kepada masyarakat

Yulia Sapthiani dan Ilham Khoiri

Mal adalah gelanggang makanan. Hampir semua selera dilayani mal. Dari sushi sampai gudeg, dari sate hingga steak, dari pecel hingga burger. Orang-orang menyerbu mal untuk menikmati hiburan lidah berupa makan dan makan.

Saat jam makan siang sekitar akhir Desember lalu, orang-orang hiruk pikuk di Food Louver, Mal Grand Indonesia, Jakarta. Banyak pengunjung bahkan harus berdiri menunggu giliran mendapat kursi.

"Iya nih, kalau jam segini susah mencari tempat duduk. Saya dan teman-teman sudah dari tadi mencari kursi, tetapi baru dapat sekarang," tutur Nita (38), karyawati bank yang datang bersama tiga temannya.

Sebagai foodcourt yang berada di kawasan perkantoran antara Jalan Jenderal Sudirman dan MH Thamrin, Food Louver yang berada di lantai 3 memang selalu dipenuhi karyawan dari sekitar wilayah tersebut setiap istirahat siang. Mereka rata-rata datang bersama teman supaya bisa membagi tugas, antara mencari tempat duduk dan memesan makanan.

Meski harus berjuang dan bersabar mendapat kursi dan antre memesan makanan, Nita tak pernah kapok datang ke arena jajan tersebut. "Selain dekat dengan kantor, variasi makanannya banyak. Kami juga tidak kepanasan atau takut kehujanan waktu makan karena lokasinya di dalam mal," ujar Nita.

Kalau pada hari kerja tempat makan ini dipenuhi karyawan kantor, maka pada akhir pekan pengunjungnya didominasi keluarga. Selain ke Food Louver, mereka biasanya memenuhi area makan lain di lantai LG, 3A, dan 5 mal barat. Di lantai 3A dan 5, pengunjung bisa makan sambil menikmati suasana di Jepang, China, Amerika, atau Eropa melalui desain di setiap areanya. Jenis makanannya tentu saja disesuaikan dengan tema tempat-tempat tersebut.

"Sebagai mal yang berkonsep memberi hiburan untuk keluarga, kami menjadikan tempat makan sebagai tujuan pengunjung datang ke sini karena hampir bisa dipastikan mereka akan makan atau minum meskipun tidak belanja," kata Senior Marketing Communication Manager GI Teges Prita Soraya.

Karena area makan sudah menjadi daya tarik pengunjung datang ke mal yang berada di pusat kota Jakarta ini, GI berencana menambah area tersebut di mal timur.

Mal Kelapa Gading (MKG) dan Cilandak Town Square (Citos), yang berada di sisi utara dan selatan Jakarta, juga menjadikan kuliner sebagai daya tarik bagi pengunjung. Memanfaatkan ketenaran Kelapa Gading sebagai daerah wisata kuliner di Ibu Kota, MKG menjadikan makanan sebagai salah satu konsep mereka selain hiburan dan mode.

"Kuliner menjadi perhatian utama kami karena wilayah Kelapa Gading telah berkembang dan dikenal sebagai kota sejuta makanan. Faktor ini menjadi daya tarik kuat bagi masyarakat, bahkan yang tinggal di luar wilayah Kelapa Gading," kata Cut Meutia, General Manager Corporate Communications PT Summarecon Agung Tbk.

Untuk memperkuat konsep kuliner ini, area-area makanan berbentuk foodcourt disediakan di beberapa tempat, salah satunya Food Temptation yang berada di lantai 3 MKG 3 seluas 7.000 meter persegi dengan kapasitas lebih dari 2.200 kursi.

Food Temptation ini berdampingan dengan area makan lainnya, yaitu Eat and Eat yang memiliki daya tarik dengan desainnya yang unik. Berada di Eat and Eat MKG, kita serasa berada di pasar pada zaman dulu. Selain itu, ada Food Sensation yang berada di MKG 1.

Konseptor Eat and Eat, Iwan Tjandra, mengatakan, semakin banyak tempat makan di sebuah mal membuat dia harus membuat konsep unik untuk area kuliner ciptaannya. Dia juga harus menyesuaikan jenis makanan yang dijual dengan karakter konsumen di wilayah Eat and Eat berada.

Di Eat and Eat MKG, misalnya, Iwan menggabungkan kuliner tradisional, barat, dan beberapa menu nonhalal. Adapun Eat and Eat yang ada di Gandaria City, Jakarta Selatan, didominasi oleh kedai yang menyediakan makanan tradisional, seperti pecel Solo, pempek Palembang, nasi Padang, dan gudeg Jogja.

Sementara dominasi tempat makan di Citos terlihat dari jumlah 60-an gerai—dari total 85 gerai—yang menjual makanan dan minuman. Keberadaan deretan tempat makan dan minum ini, seperti Starbucks, Dome, The Coffee Bean & Tea Leaf, De'Excelso, atau Bakerzin, membuat pengunjung bisa bersantai sambil makan dan minum.

Kumpul itu makan

Ternyata konsep ini diminati. Buktinya, pengunjung Citos hampir selalu ramai setiap hari, apalagi pada akhir pekan atau liburan. Berdasarkan catatan pengelola, ada sekitar 6.000 kendaraan yang masuk ke situ setiap hari. Jumlah pengunjungnya diperkirakan 20.000 orang per hari.

Kenapa mal-mal itu menyediakan banyak gerai makanan? "Karena orang-orang suka berkumpul dan bersantai. Apa yang dilakukan orang saat bersantai? Salah satunya, ya makan," kata Yen Yen, General Manager Marketing dan Promosi Citos.

Tempat-tempat makan ini tak hanya berada di tempat yang dikhususkan sebagai area kuliner. Beberapa di antaranya bahkan digabungkan dengan tempat lain, seperti kafe yang berada di dalam toko buku Gramedia GI.

Selain untuk mereka yang memang punya tujuan makan, keberadaan area makan di mal membantu pengunjung yang punya tujuan lain, salah satunya kumpul-kumpul, seperti yang dikatakan Yen Yen. Tak sedikit orang-orang datang ke tempat makan di mal sambil melakukan aktivitas yang serius.

Sari Fisdi (33), misalnya. Pada pertengahan pekan lalu datang bersama teman-temannya ke Sky Dinning di Plaza Semanggi untuk membuat makalah sebagai tugas dari tempat kuliah mereka di Universitas Mercu Buana, Jakarta. Mereka biasa berkumpul di area yang berada di lantai 10 Plaza Semanggi ini hingga beberapa jam sampai makalah selesai dan sambil menunggu menghilangnya kemacetan jalan pada sore hari.

Ya, daripada lelah berada di lalu lintas Jakarta, berkumpul dengan teman sambil menyeruput teh atau kopi di mal memang menjadi pilihan menarik warga Jakarta saat pulang kerja.

Sumber: Kompas, 9 Januari 2011

Nov 10, 2010

dari burger menuju bakso & nasi goreng

baru tahu ada istilah "leyeh-leyeh"... terdengar lumayan pas dengan artinya. 


continuallyabsorbingnewwords,
EJ


PESAWAT
Obama "Leyeh-leyeh" di Air Force One
Selasa, 9 November 2010 | 15:54 WIB
Wikimedia
Pesawat Boeing VC-25 yang menjadi pesawat resmi Presiden AS.

KOMPAS.com - Tinggal hitungan menit, Air Force One bakal mendarat di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, sore ini, Selasa (9/11/2011). Si Tambun yang boleh dibilang masuk dalam kategori gaek ini terbang tiada henti dari India, mengangkut Presiden Amerika Serikat Barack Obama dan isterinya berikut para staf terkait. 

Sejatinya, Air Force One adalah call sign atawa tanda panggil pengaturan lalu-lintas udara bagi pesawat pengangkut Presiden AS. Jenis pesawatnya bisa bermacam-macam. Sebut saja DC3 buatan McDonald Douglas, Special Air Mission (SAM) 26000, sampai dengan Boeing 747-200B dan VC-25 dengan Special Air Mission 28000 dan 29000. Nah, seri Boeing ini mulai dipakai pada 1990. Makanya, Air Force One sudah layak dikatakan masuk dalam hitungan uzur. Pesawat ini memiliki kecepatan 630 mil atau 1013 km dan mampu menempuh jarak 7.800 mil atau 12.000 km nonstop. 

Catatan dari berbagai sumber yang dikumpulkan kompas.com menunjukkan Air Force One sendiri bisa dibilang sebagai moda transportasi paling megah, aman, komplit, dan canggih. Pesawat ini adalah ujung tombak simbol kedigdayaan AS di udara. Soalnya, di dalam pesawat ini, Presiden AS dan segenap stafnya masih bisa menjalankan tugas sehari-hari. Berbagai piranti di dalamnya bahkan memungkinkan mereka mengendalikan pemerintahan dalam keadaan dunia tengah diguncang perang nuklir. 

Tugas keseharian yang biasa dilakukan di Ruang Oval, Gedung Putih, dikerjakan di Ruang Utama Presidential Suite. Ruangan ini terletak di bagian depan pesawat. Di belakang ruangan ini, ada ruangan yang lebih besar tempat Presiden AS dan para stafnya bisa melakukan rapat. Juga, di pesawat ini, Gedung Putih memperkenankan setiap staf senior presiden memiliki ruang kerja sendiri-sendiri. 

Nah, layaknya kantor kepresidenan, fasilitas kerjanya pun telah disesuaikan dengan bobot dan skala kepentingan para pejabat yang berada di dalamnya.Makanya, Air Force One telah dilengkapi 85 saluran sambungan telepon, radio dua-arah, mesin faksimili, dan jaringan komputer. Sistem telepon yang antisadap dan antijamming, telah diset untuk berhubungan langsung dengan jaringan terestrial. Dengan sistem telekomunikasi yang terhubung satelit ini, presiden dan staf bisa mengontak semua orang di segala penjuru dunia meski pesawat sedang mengawang-awang di ketinggian puluhan ribu kaki. 

Untuk mengetahui perkembangan terkini, Air Force One juga telah dipasangi 19 televisi yang bisa menyiarkan hampir semua kanal televisi dunia. Boleh jadi karena begitu komplitnya peralatan elektronik yang terpasang, sebagian dari berat pesawat adalah berupa kabel. Jeroan pesawat ini terlilit kabel sepanjang 238 mil, dua kali lebih panjang dari kabel yang melilit B747-200 - anjungan standar Air Force One. Begitu pun kabel sepanjang itu bukanlah kabel biasa. Kabel ini telah diberi pelapis khusus sehingga aman dari serangan pulsa elektromagnet (EMP/Electro Magnet Pulse) dan gelombang kejut yang dipancarkan ledakan nuklir. 

Selain itu, di dalamnya juga masih ada ruangan lain yang disediakan khusus untuk para wartawan kepresidenan. Namun, mungkin demi menghindari penyusupan, kelompok yang terakhir ini belakangan sering diterbangkan terpisah. Singkat kata, Air Force One bisa menjadi tempat kerja yang layak bagi 70 pejabat negara berikut ke-26 awak pesawatnya. 

Air Force One, pada dasarnya adalah pesawat tiga tingkat B747-200B yang telah dimodifikasi dengan ruangan seluas total 4.000 kaki persegi. Ruang kerja presiden dan stafnya mendominasi dek tingkat dua. Dek tingkat pertama atau bagian bawah pesawat menjadi ruang kargo dan bagasi. Sementara dek tingkat ketiga atau bagian paling atas, hanya dikhususkan untuk kokpit, lounge, dan ruang komunikasi. 

Mewah 

Sembari "membunuh" waktu demi tiba di tanah air masa kanak-kanaknya, Presiden Obama bisa melakukan banyak hal di dalam Air Force One mulai dari membaca koran atau majalah hingga memberi arahan kepada anak buahnya. 

Di dalam pesawat Air Force One memang tersedia perpustakaan kecil yang menyediakan beberapa film baru. Sambil menanti waktu mendarat tiba, Obama bisa bermain kartu, permainan kesukaannya. 

Banyak kalanga mafhum, Air Force One adalah pesawat mewah seperti hotel bintang lima. Setiap sudut lantai penumpang didesain bak hotel mewah. Ruang khusus presiden, seperti tempat tidur, kamar mandi, dan ruang kerja, didesain dari kayu luks. Tersedia pula beberapa ruang untuk staf dan dua dapur yang melayani kebutuhan 100 penumpang. Pesawat ini juga dilengkapi ruang medis lengkap dengan meja operasi. 

Lalu, kalau pembaca berangkat dari tayangan Youtube tatkala kali pertama naik pesawat ini Februari setahun silam, nyatanya Obama memilih memesan burger. Racikannya adalah, burger yang tidak terlalu matang, berikut keju cheddar, dijon mustard, lettuce, dan tomat. Mungkin, sambil leyeh-leyeh alias bersantai, makan burger, Obama tengah menanti saat menjejakkan kakinya di negeri yang membuatnya "tergila-gila" pada nasi goreng, bakso, dan rambutan.

Sumber: Kompas, 9 Nov 10

Jun 6, 2010

Story from the real maker in the iFactory

So this is the working condition of the very people who physically built into our 'beloved' iPhone & iPad...


No talking, just working 12 hours a day in iFactory hell

STEPHANIE WONG AND JOHN LIU

June 5, 2010

Focus ... a Foxconn staff member works on the production line at the company complex near Shenzhen. Right, Ma Zishan carries a picture of his dead son.

Focus ... a Foxconn staff member works on the production line at the company complex near Shenzhen. Right, Ma Zishan carries a picture of his dead son.Photo: AP/Reuters

Focus ... a Foxconn staff member works on the production line at the company complex near Shenzhen. Right, Ma Zishan carries a picture of his dead son.Photo: AP/Reuters

Pressure is mounting on electronics company Foxconn to explain its employee suicides, write Stephanie Wong and John Liu in Shenzhen.


Ah Wei has an explanation for the chairman of Foxconn, Terry Gou, why some of his workers are committing suicide at the company's factory near the southern Chinese city of Shenzhen.

''Life is meaningless,'' said Ah Wei, 21, his fingernails stained black with the dust from the hundreds of mobile phones he has burnished during a 12-hour overnight shift. ''Every day I repeat the same thing I did yesterday. We get yelled at all the time. It's very tough around here.''

Advertisement: Story continues below

He said conversation on the production line is forbidden, bathroom breaks are kept to 10 minutes every two hours, and constant noise from the factory washed past his ear plugs, damaging his hearing.

The company has rejected three requests for a transfer and his monthly salary of 900 yuan [$158] is too meagre to send money home to his family, said Ah Wei, who asked that his real name not be used because he is afraid of his managers.

At least 10 employees at Foxconn had taken their lives this year, half of them last month, said the Taiwanese company, also known as Hon Hai Group. The deaths have forced the billionaire founder, Terry Gou, to open his factories to outside scrutiny and apologise for not being able to stop the suicides.

Mr Gou built his company into the world's largest contract electronics manufacturer and now his clients, including Apple, Dell and Hewlett-Packard, are investigating working conditions.

Steve Jobs, Apple's chief executive officer, who depends on Foxconn to make the iPhone and iPad, said the suicides were ''very troubling''.

''We're all over this,'' Mr Jobs said, speaking this week at a technology conference in California. His company did one of the best jobs inspecting suppliers, he said, adding the company was ''not a sweatshop''.

Foxconn's Longhua complex outside Shenzhen spans three square kilometres and is criss-crossed by tree-lined streets with a fountain at the centre.

Workers wearing polo shirts emblazoned with ''Foxconn'' in Chinese characters walk along the streets. Men wear blue, women wear red. Security personnel wear white.

The complex boasts its own hospital, a collection of restaurants and a swimming pool surrounded by palm trees. The workers, 86 per cent of whom are under age 25, live in dormitories with eight to 10 people in a room. The living quarters have stairs running up the outside walls and the company has begun covering them with nets to prevent people from jumping.

At a factory devoted to computer motherboards, rows of young men and women stand at assembly lines, their feet shod in blue slippers and white caps on their heads. The smell of solvent hangs in the air.

About 80 per cent of the front-line production employees work standing up, some for 12 hours a day for six days a week, said Liu Bin, 24, an employee.

''It's hard to make friends because you aren't allowed to chat with your colleagues during work,'' Mr Liu said at Shenzhen Kang Ning Hospital where he was seeking help for insomnia.

''Most of us have little education and have no skills so we have no choice but to do this kind of job. I feel no sense of achievement and I've become a machine.'' The company provided counselling for workers such as Mr Liu, said a supervisor, Geng Yubin.

Mr Geng, who has worked six years at Foxconn, said between 30 and 50 workers came to him daily for advice on their personal lives. Common problems were homesickness, financial woes, lovers' quarrels and spats with co-workers, he said.

''For many of the young people who are here, this is the first time they've been away from home,'' Mr Geng said. ''Without their families, they're left without direction. We try to provide them with direction and help.''

Tian Yu fits Mr Geng's description. Ms Tian, 18, had left her parents and a life of growing sweet corn and rice in Hubei province, in central China, to find a job in Shenzhen after graduating from high school, her father, Tian Jiandang, said. She was isolated and without friends at work, he said. She worked at Foxconn for about a year.

On March 17 she jumped from the fourth storey of her dormitory in the Longhua complex.

She survived and was in a coma for almost two months.

Her father still did not know why she jumped and was afraid to ask because he thought it would upset her, he said in an interview by her hospital bed.

Foxconn is paying for her medical care.

The suicides and how to stop them mystify Mr Gou. ''Are we going to have this happen again?'' said Mr Gou, speaking on May 27 when he opened the factory to the largest media gathering in company history. ''From a logical, scientific standpoint, I don't have a grasp on that. No matter how you force me, I don't know.''

Less than a day after Mr Gou had made the remarks, a 23-year-old Foxconn worker jumped to his death, said Shenzhen police. Another worker slit his wrist and was hospitalised.

Mr Gou was born in 1950 in Taipei to parents who emigrated from China.

He formed his company in 1974 with $US7500. Over 36 years, he transformed the company from a supplier of plastic television knobs to the maker of iPhones and Sony PlayStations. Hon Hai Precision Industry generates more revenue each year than Microsoft, Apple and Dell. His net worth reached $US5.9 billion this year, according to Forbes magazine. The basis of his success was clear, said Pam Gordon, the founder of Technology Forecasters, a market research firm specialising in contract manufacturers and supply chains. ''Their prices are lower for high-quality work,'' Ms Gordon said.

Mr Gou's ambition and discipline come through in his workplace interactions, say people who have worked with him.

He could talk for hours without notes and remembered product plans in minute details, they said.

Foxconn won Apple's order to make the iPhone after Mr Gou had ordered the business units that made components to sell parts at zero profit, said two people familiar with the plans, who declined to be named.

The company's labour policies and practices were in line with industry standards and were regularly reviewed by government authorities and customers, Foxconn said in an emailed response to questions.

''The fundamental problem for Foxconn and other Chinese factories is that their business model relies on a low-cost workforce sourced from rural areas of China,'' said Pun Ngai, a professor of applied social sciences at the Hong Kong Polytechnic University. ''Due to its size, Foxconn has to be that much tougher than other factories, and has to become more emotionally detached from its employees than others.''

Apple and other computer makers should emulate American toy makers, who faced a similar predicament, said Gene Grabowski, who heads the crisis and litigation practice at Levick Strategic Communications, a public relations firm in Washington.

After Chinese suppliers for Mattel were found to be allowing lead paint into products sold in the US in 2007, the company sent inspectors to watch over the plants and invited the media to monitor improvements. ''Apple is especially vulnerable because Apple's computer buyers tend to be more socially aware,'' Mr Grabowski said.

Bloomberg

Jun 5, 2010

Aneka Wisata Taman Air seputar Jabotabek

Ide jalan-jalan selama di Tanah Air...


JALAN-JALAN
Saatnya Mendinginkan Tubuh

Sabtu, 5 Juni 2010 | 03:11 WIB

Mengisi liburan pada cuaca yang sangat panas ini memang paling asyik dilakukan di air. Entah itu berenang, berseluncur, atau sekadar berendam. Jumlah taman wisata air di Jakarta dan sekitarnya sudah banyak. Tinggal Anda memilih, mana yang paling seru.

Di Jakarta, taman wisata air yang paling dulu ada tentu saja Ancol Taman Impian. Selain pengunjung bisa bermain di pantai, di sana juga ada Atlantis Water Adventure.

Hari Minggu (6/6) besok akan diresmikan sebuah wahana baru di taman air ini, yakni Kolam Apung. Dalam kolam tersebut, para pengunjung bisa merasakan mengapung di air, seperti di Laut Mati, Jordania. Dengan kadar air yang sangat tinggi, yakni 240 ppm, setiap pengunjung akan mengambang tanpa takut tenggelam di kolam berukuran 500 meter persegi dengan kedalaman satu meter.

Bergerak ke arah Jakarta Timur, peminat taman wisata air juga bisa bermain air di Snow Bay, Taman Mini Indonesia Indah. Di sana, suasana dibuat seperti bermain seluncur di tengah alam berwarna putih seperti warna salju.

Ingin merasakan air yang lebih dingin? Cobalah ke taman air di Taman Safari Indonesia (TSI), Cisarua, Bogor. Air yang digunakan untuk kolam-kolam renang di TSI adalah air dari gunung. Di areal seluas sekitar tiga hektar itu, ada tiga fasilitas kolam renang dan berseluncur.

"Air kolam ini langsung dari mata air Gunung Gede Pangrango. Airnya asli air gunung sebagaimana pemandangan di sini, langsung melihat hutan Gunung Gede Pangrango. Jadi, seperti berenang di jungle (hutan). Sudah pastilah air dan hawa di sini dingin menyegarkan," kata Yulius Suprihardo, Humas TSI.

Karena ingin "menyatu" dengan alam, di pinggir kolam ada akuarium berisi buaya, berang-berang, dan berbagai jenis ikan hias air tawar dan laut.

Taman wisata air yang juga memiliki akuarium adalah The Jungle di kawasan Bogor Nirwana Residence di Kota Bogor. Berbagai ikan air tawar berukuran besar ada di akuarium yang panjang itu.

"Pengunjung di sini bisa bermain futsal dan menikmati musik hidup di panggung," kata Winda Okta Nurbaini dari Promosi The Jungle.

Selain The Jungle, Kota Bogor juga punya Marcopolo Water Adventure (MWA) di kawasan perumahan Bukit Cimanggu City, Tanah Sareal.

Di sini menara luncurnya setinggi 20 meter. Selain ada kolam renang yang sangat luas, ada juga fasilitas "air terjun", kolam air panas, dan flying fox yang melintas kolam renang.

"Kami beroperasi sejak 4,5 tahun lalu. Air yang digunakan di semua kolam di sini adalah air mineral curah," kata Aroel Geirhard, Manajer Pemasaran dan Promosi MWA.

Melestarikan alam

Ke arah Cikarang, 35 kilometer dari Jakarta, juga ada Water Boom Lippo Cikarang. Selain bisa berenang dan bersantai di air, taman wisata air ini juga menyediakan fasilitas rekreasi dan edukasi berbasis lingkungan, yakni Eco Friendly Garden.

Di sini, anak-anak dapat belajar dan melakukan langkah sederhana untuk melestarikan alam dan menjaga lingkungan, misalnya dengan menanam pohon. "Bibit pohonnya kami sediakan. Setelah anak-anak menanam, bibit pohon itu dapat dibawa pulang," kata S Widi Karyaningsih, Sales and Marketing Manager Water Boom Lippo Cikarang.

Wahana rekreasi air dan petualangan alam terbuka di Water Boom Lippo Cikarang dipadukan dengan lanskap alam pedesaan Bali dan bangunan berbahan kayu dengan hiasan bergaya Bali. Suasana Bali semakin terasa dengan terdengarnya alunan gamelan mulai dari gerbang masuk Water Boom Lippo Cikarang.

Di Tangerang, wisata air bisa dinikmati di Ocean Park Water Adventure, Bumi Serpong Damai. Di taman ini, pengunjung dapat menikmati suasana pantai. Misalnya, di wahana Pacific Wave, seluas 2.350 meter persegi, terdapat kapal bajak laut. Di area ini juga sering dikenal sebagai kolam ombak karena setiap satu jam, akan datang ombak selama 15 menit. Ombak buatan ini bisa mencapai 1,5 meter yang akan membuat Anda merasa berada benar-benar di pantai atau laut lepas.

Tawaran wisata air dengan konsep berbeda diberikan Marcopolo Water Adventure Serpong Town Square di CBD Serpong Lantai 5, Serpong, Tangerang. Marcopolo Serpong ini unik karena terletak di atas mal atau 50 meter di atas permukaan laut. Konsep taman air di atas mal ini adalah yang pertama di Indonesia.

Tawaran lain adalah kolam air panas dengan kedalaman 40 cm. Kolam air panas ini bisa digunakan untuk terapi kesehatan. "Pada hari Sabtu dan Minggu, kami menawarkan ramuan herbal yang ditaburkan dalam kolam untuk terapi," kata Susanti, Manajer Marcopolo Water Adventure Serpong.

Sekarang, tentukan pilihan Anda untuk mendinginkan tubuh. (RTS/PIN/COK/ARN)

Sumberhttp://cetak.kompas.com/read/xml/2010/06/05/03110472/saatnya.mendinginkan.tubuh

Dec 21, 2009

What does Business Intelligence do?

Making best use of business intelligence to stay ahead of competition. / EJ

Business benefits from user-friendly Intelligence, SAP

Zatni Arbi ,  Contributor ,  Jakarta   |  Mon, 11/16/2009 2:34 PM  |  Sci-Tech

The word "intelligence" often gives us butterflies in our stomach, as the British say. Each time we hear the word, we think of the CIA, the KGB, Mossad and even our own Badan Intelijen National (BIN). Those agencies consist of highly trained, high IQ people for whom death is just an ordinary affair. We had better not mess up with any of them.

But, whether we like it or not, the word "intelligence" has for several years invaded the business world as well. That is why we have applications and tools that we call Business Intelligence (BI). What do they do?

First, remember the age-long concept called Enterprise Resource Planning (ERP), which automates transaction processes. When a customer places an order, for example, a chain of reactions takes place. The finance department will check the person's credit line to see whether their order can be accepted or if they have to settle a previous debt first. Sales will check whether the goods wanted are readily available and, if not, production will have to manufacture them. Production will also have to be able to tell everyone how long it will take until the goods are ready for shipment.

After ERP, people started to think, "Now that transactions are taken care of, why don't we capture all the transaction data and create a huge data warehouse?" That is when Data Warehousing came into the picture. Credit card issuers, for example, keep track of every single purchase we make.

Then they use the information for various purposes, including cross-selling. If you have a fetish for buying branded bags, for example, they will make a note of it and send you catalogs of luxury bags from other brands - and perhaps the shoes to match.

However, data and information are not limited to what the Data Warehouse can supply. What about what is going on in the market? What about changing customer behavior? Which bottled tea sells most in East Java, for example? Which model of car sells most in Central Kalimantan? For strategic decision-making, such external data is also as important as internal transactional data.

External data can be purchased. That is what independent research firms like Bloomberg and Nielsen do. They capture data, clean it and verify it, and then sell it to businesses at premium prices. Research firms also customize their data based on the needs of their customers. "To collect external data, people have also been using data crawlers, a robot-like program that crawls through the web and go after the data it has been programmed to find," said Singgih Wandojo, Operations Director, SAP Indonesia, during a recent lunch with a small group of IT reporters.

Certainly, having mountains of data will only defeat the purpose. Businesses require powerful analytical tools to extract the relevant data and to make sense of it. Such tools are known collectively as Business Intelligence, or BI. "Banks, financing institutions and telco operators are the top users of BI solutions," said Singgih.

Three to four of the biggest BI players in Indonesia are IBM with its Cognos, Oracle with its Hyperion, SAP with its BusinessObjects and SAS - the company that, during my student days, used to be known for their very advanced statistical software.

BusinessObjects used to be the name of a company founded by John Schwartz. When it had a market value of US$1.5 billion, $8 billion SAP acquired it, which clearly indicates how SAP needed great BI tools to complete its business software portfolio. Schwartz joined SAP in 2008.

But, when the analysis is done, there is still another horrendous task: How do users get to the extracted data they want without depending too much on their IT division? SAP has SAP BusinessObjects Explorer. Hasso Plattner, the company's co-founder, has a lot of influence on its development. Although he has retired, he still challenges his mind with software and application development. He even suggested that the data be placed in the memory for faster processing.

BusinessObjects Explorer can perhaps be described as an interface that casual users can easily customize to suit their individual requirements. "The emphasis in the Explorer is the ease-of-use," said Singgih. Eddy Then, business development manager, SAP Indonesia, added that the Explorer has been designed to be as familiar as Google. Eddy gave us a demonstration of the Explorer during the lunch briefing.

So, if you want to know how well pretzels were selling in Germany in the second quarter of 2008, for example, you can enter the keyword "food" and keep drilling down by selecting the relevant items until you get to pretzel. As the accompanying screenshot shows, you can also see the data in chart forms.

Do all BI products have the same power? Goenawan Loekito from Oracle Indonesia does not really agree. "Oracle's Hyperion has stronger analytical tools," he told me over the phone. But he admits that combining Hyperion with BusinessObjects Explorer will be like adding caramel to your pretzel.

Nonetheless, no matter how easy it is to use BI with the help to great software like BusinessObjects Explorer, the reality in the business world remains the same. Ignore intelligence, and you will be swallowed by your rival. That is why, in the uncertain business environment we find ourselves today, it is critical to have an easy to use BI solution.

Sumber: Jakarta Post, 16 Nov 09


Aug 2, 2009

Wisata Kuliner Betawi

Hansim
Kalo pulang Indo, mendingan kita wisata kuliner yuk... nih, as I said, kalo wisata kulinernya ala warteg or Betawi kayak gini dijamin 99.99% aman deh... :)
Ton,
I bet you wouldn't mind either on this sort of tour...?? 

--
jabaterat,
EJ

Betawi "Punye Cerite"

Sabtu, 1 Agustus 2009 | 04:08 WIB

Neli Triana

Kekhasan Betawi tidak cuma ondel-ondel atau kisah Si Pitung. Bicara soal makanan, Betawi pun tidak hanya punya kerak telor. Akhir pekan ini, ayo cicipi makanan khas Ibu Kota. Banyak pilihan tersedia, mulai dari gado-gado, asinan betawi, laksa, soto betawi, sayur asem, hingga gabus pucung yang rasanya dahsyat itu.

Kali ini, wisata kuliner diawali di sebuah Warung Ketupat Laksa Betawi Ny Atikah di Jalan Kebon Kacang V, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Warung yang ada sejak tiga generasi lalu dan sudah tiga kali pindah tempat ini awalnya dibuka oleh Rakimin, kakek Atikah. "Dulu kakek saya masih berjualan di Pasar Tanah Abang, pasar tempo doeloe," kata Atikah (56).

3437413p.jpgApa bedanya dengan laksa bogor? Atikah langsung menjawab, laksa betawi tidak memakai ayam suwir, oncom, dan taoge. Isi ketupat laksa betawi adalah irisan ketupat, bihun, kemangi, kucai, telur, perkedel, dan bawang goreng, serta kuahnya yang kental dengan taburan udang kering.

Setiap hari Atikah menyediakan ketupat laksa, sate lembut, sate manis, dan sate kambing. Sate lembut dan sate manis bahannya daging sapi segar. Warungnya buka pukul 10.00-17.00. Hari Minggu dan hari besar, ia memilih tutup. Soal harga, harga masakan di warung ini termasuk wajar. Per porsi Rp 12.000-Rp 20.000.

Puas mencicipi laksa, lanjutkan wisata icip-icip di salah satu warung asinan betawi yang cukup terkenal, Asinan Betawi H Mansyur atau lebih dikenal dengan Asinan Kamboja yang berdiri sejak 1965 di Jalan Taman Kamboja, Rawamangun, Jakarta Timur.

Yang disajikan di warung ini hanya dua macam, yaitu asinan sayur dan buah. Akan tetapi, asinan sayur seharga Rp 8.000 per porsi mungkin menjadi kelebihan warung ini.

Taoge, irisan kol, mentimun, dan irisan daun selada yang benar-benar masih segar ditumpuk dalam satu piring saji dengan irisan tahu mentah. Sayuran ini kemudian nyaris tertutup oleh tebaran kerupuk mi dan kerupuk merah muda yang diremas hingga remuk. Kemudian disiram dengan kuah kacang dan butiran kacang tanah goreng. Gula merah cair dituangkan sebagai sentuhan terakhir yang memberi tambahan rasa manis. Segar, pedas, manis, garing, dan gurih langsung terasa di mulut.

Penyedap rasa alami

Di tengah hari, saat rasa lapar begitu melilit, sebagian orang tetap mencari nasi dengan lauk pauk dan sayur nan mengenyangkan. Coba saja arahkan kendaraan Anda menuju Warung Sayur Asem Matali di Jalan Raya Joglo, RT 02 RW 06 Joglo, Kembangan, Jakarta Barat.

Tepat di samping kiri warung ini ada jalan kecil yang diberi nama Jalan Sayur Asem. Nama gang ini diberikan tidak lain karena kemasyhuran warung sederhana milik Haji Matali yang berdiri sejak tahun 1970-an.

Di etalase lauk pauk terhidang bermacam gorengan, seperti bakwan udang, ikan bandeng, ikan bawal merah, ikan mas, ikan mujair, ikan asin, tahu, tempe, dan lalapan. Pete yang masih terbungkus kulitnya sengaja direbus dan digantung di atas etalase kaca. Penjual otak-otak tepat di depan warung segera menyuguhkan sepiring dagangannya kepada pelanggan yang datang.

Sayur asem dengan kuah bening kehijauan. Di dalamnya ada irisan kacang panjang, terung bulat hijau yang diiris jadi dua, melinjo dan daunnya, nangka muda, serta oncom. Tambahan bumbu lain adalah jengkol tua yang turut direbus.

Yang membuat penikmatnya langsung melek dan berkeringat adalah rasa asam dari buah asam mentah dan kuah pedas. Kuah pedas itu berasal cabai rawit hijau yang turut direbus hingga matang di dalam kuah. Belum lagi sambal cabai rawit merahnya, mantap. "Kami hanya pakai cabai, garam, dan bawang sebagai bumbu masaknya. Tidak pakai penyedap rasa buatan," kata salah satu pelayan.

Harga sepiring sayur asem Rp 4.000 sama dengan harga seporsi nasi. Lauk gorengan rata-rata Rp 6.500 per potong. Es teh manis cuma Rp 1.000 per gelas. Jam buka pukul 08.00-16.00, tetapi seringnya masakan ludes pada pukul 14.00.

Kalau menu sayur asem sudah terlalu jamak, coba saja menu khas Betawi yang kini tergolong langka, gabus pucung dan pecak gabus di Warung Haji di Jalan Kahfi II Nomor 21, Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Warung ini buka sejak pukul 09.30.

Kuah pucung mirip rawon karena berbahan baku sama, yaitu keluwak (pucung). Sementara pecak seperti opor, bersantan kuning kental. Rasanya dijamin sedap. Apalagi, ketika kuah itu disiramkan ke ikan gabus atau gurami goreng berbumbu. Jadi, siap berwisata kuliner khas Betawi akhir pekan ini? (M CLARA WRESTI/ SOELASTRI SOEKIRNO)


Jul 27, 2009

Sydney for NBN HQ

Sydney pitched for national broadband network headquarters

By Brett Winterford
Jul 23, 2009 5:14 PM
 
Australian Technology Park, Barangaroo and North Ryde on HQ shortlist.

NSW Premier Nathan Rees has officially launched a bid for Sydney to be the headquarters of the $43 billion National Broadband Network (NBN).

Rees has appointed the executive director of Sydney's Chamber of Commerce Patricia Forsythe and NSW Chief Scientist Professor Mary O'Kane to lead Sydney's bid.

According to a glossy three-minute video released today to launch the bid, the team has already identified Redfern's Australia Technology Park, Barangaroo on the harbour foreshore, and North Ryde's Global Business Centre on a shortlist of locations the team will put forward as potential headquarters for NBNCo.

The video highlighted Sydney's facilities and international connections, describing the harbour city as being suited to a "fast and easy" NBN roll-out.

Among the claims made in the presentation:

  • Sydney has double the data centre capacity of the next largest Australian city.
  • Sydney has 43 percent of national expenditure on telecommunications research and development.
  • Sydney is home to 83 percent of Australia's commercial banks
  • Sydney boasts the best international telecommunications connectivity - with seven of Australia's nine fibre optic cables linking us to the US, Europe and Australia. (Australia-Japan, Southern Cross 1 and 2, Endeavour, APNG-2, Gondwana-1, Tasman 2).  Western Australia hosts the connections for the other two international cables.
  • NSW employs 47 percent of the nation's network engineers

The presentation did not qualify any of these claims with sources. Nor did it discuss how much of the data centre capacity is available.

The video can be seen in full here.

Sumber: http://www.itnews.com.au/News/150924,sydney-pitched-for-national-broadband-network-headquarters.aspx

 

Sep 23, 2008

Berbuka Puasa di Rusia

Rusia: Salah satu mantan negara besar yang masih mempertahankan 'kebesaran'nya dan mampu meninggalkan kenangan tersendiri bagi pelancongnya. -- Emil Jayaputra 
 
Ramadhan
"Ngabuburit" di Lapangan Merah
KOMPAS/SUBHAN SD / Kompas Images
Suasana Lapangan Merah dengan Benteng Kremlin (kiri) dan Katedral St Basil di kota Moskwa, Rusia, Minggu (21/9).
Selasa, 23 September 2008

Subhan SD

Minggu (21/9) petang, udara Kota Moskwa, Rusia, terbalut mendung. Suhu udara sekitar 7 derajat Celsius. Siang itu angin yang bertiup di sekitar Lapangan Merah (Krasnaya Ploshchad) terasa menusuk-nusuk kulit walau tubuh sudah dibalut berlapis-lapis jaket.

Sinar matahari senja yang sempat muncul nyaris tak mampu meredam hawa dingin itu.

Memasuki paruh ketiga bulan Ramadhan, rasanya asyik juga ngabuburit di lapangan yang, antara lain, terkenal dengan peristiwa Revolusi Bolshevik tahun 1917 itu. Suasana lapangan yang berukuran 695 meter x 130 meter itu sibuk. Ribuan orang dari berbagai bangsa berlalu lalang. Maklumlah kawasan lapangan itu merupakan jantung Moskwa, yang antara lain dengan landmark kompleks Kremlin dan Katedral St Basil, selain Museum Sejarah dan pusat perbelanjaan Gum.

Jam besar di menara Spasskaya Kremlin menunjukkan pukul 14.00. Biasanya jam-jam sekitar itu, saat berpuasa, sungguh tak mengenakkan berjalan-jalan di jalan di Jakarta, misalnya. Tetapi, siang itu berjalan-jalan di Lapangan Merah sungguh tak terasa haus. Malah rasa dingin menyergap. Rasanya ngabuburit sekitar 3,5 jam cukuplah untuk menanti berbuka puasa. Tetapi, baru tersadar ternyata magrib di Moskwa baru pukul 19.34 nanti.

Lapangan Merah adalah ikon yang terkenal. Ia menjadi tempat parade militer unjuk kekuatan, terutama pada zaman Perang Dingin sejak Stalin hingga Gorbachev, serta perayaan besar lainnya.

Lapangan merah itu sendiri adalah sejarah. Karena itu, semua bangunan di areal lapangan punya sejarah masing-masing. Kremlin (artinya benteng pertahanan) boleh jadi bangunan yang mencolok dengan warna merahnya. Kremlin merupakan jantung sejarah, pemerintahan, dan spiritual. Di dalam areal Kremlin yang punya 18 menara itu terdapat museum, istana, dan katedral. Kompleks pada masa Tsar itu dibangun pada abad ke-12 hingga ke-15. Di bagian depan, ada Mausoleum Lenin. Di belakang Lenin ada makam pemimpin lainnya, yaitu Stalin, Brezhnev, Andropov, Chernenko, kecuali Khrushchev di pemakaman Novodevichy.

Lapangan Merah menjadi lokasi menarik bagi pasangan muda yang melangsungkan pernikahan. Sabtu sore sebanyak 7-8 mobil limusin parkir di sisi ujung jalan atau di jembatan di atas Sungai Moskwa. Pasangan muda itu mengabadikan momen indah mereka dengan latar belakang gedung-gedung tua nan bersejarah itu. Mobil-mobil pengiringnya pun tampak baru dan mewah. Ekonomi Rusia memang terus bertumbuh. Pendapatan per kapitanya kini 11.200 dollar AS.

Mereka berfoto di pinggir Katedral St Basil yang cungkup-cungkupnya seperti bawang. Tetapi, sebetulnya mirip kubah masjid, sebagaimana umumnya cungkup katedral di Moskwa. Bangunan unik itu merupakan simbol kemenangan Ivan the Terrible saat mengalahkan bangsa Mongol tahun 1552 di kota Kazan. Tak mengherankan jika keindahan dan keunikannya membuat Napoleon Bonaparte kepincut. Keunikan itu pula yang membuat arsiteknya, Postnik Yakovlev, menderita sepanjang hidupnya. Ivan the Terrible tak ingin ada bangunan lain seindah katedral itu. Karena itu, ia tak ingin Postnik merancang bangunan lain. Satu- satunya cara, Postnik pun dibutakan.

Berjam-jam rasanya telah berlalu. Jam di menara Spasskaya menunjukkan angka 19.34. Saatnya berbuka. Waktu berbuka di Rusia pasti tidaklah sama, karena negara terbesar seluas 17.075.200 kilometer persegi itu memiliki 11 daerah pembagian waktu.

Islam di Rusia—termasuk Moskwa—bukan hal baru di negeri yang 70 tahun mempraktikkan komunisme itu. Sejarah panjang Islam justru mewarnai perjalanan bangsa-bangsa di Rusia, setidaknya sejak abad ke-7, yaitu ke wilayah Dagestan dan Kaukasus Utara. Namun, Islam yang berkembang sekarang ini bermula pada abad ke-14. Banyak negara Islam yang berada di sekelilingnya bergabung dengan imperium Rusia antara abad ke-16 dan ke-19. Vladimir Putin pernah mengatakan, Muslim Rusia merupakan bagian tak terpisahkan dan aktif dalam susunan bangsa yang multietnik itu.

Namun, perubahan total terjadi saat era komunisme (Uni Soviet). Islam, termasuk juga agama lain, tidak bisa bergerak. Penduduk yang menjalankan agamanya dilarang. Selama 70 tahun komunisme berkuasa, praktik keagamaan nyaris tak terlihat.

Tetapi, setelah keruntuhan komunisme dua dekade silam, Islam di Rusia kembali menggeliat, seperti agama lainnya. "Ada fenomena anak muda Rusia yang masuk Islam. Islam sekarang berkembang seperti agama lainnya," kata Svet Sergeyeviv Zakharov (Zakaria), pengajar bahasa Indonesia di Akademi Diplomatik.

Kini Islam merupakan agama kedua dari sisi jumlah penganut setelah Kristen. Jumlahnya 25 juta orang atau 40 persen dari 143 juta penduduk Rusia. Bahkan, diprediksikan dalam 30 tahun ke depan, jumlah Muslim bisa lebih banyak daripada etnik Rusia. Diprediksi tahun 2020, satu dari lima warga Rusia adalah seorang Muslim. Moskwa bisa dikatakan sebagai kota berpenduduk Muslim terbesar dibandingkan kota Eropa lainnya.

Walau pemerintah keras terhadap kelompok radikal seperti di Chechnya, tetapi sejak Putin upaya merangkul kelompok moderat lebih intens. Tahun 2003, Putin berpartisipasi dalam pertemuan negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Malaysia. Kerja Sama dengan dunia Islam, termasuk Indonesia, terus dibangun Rusia, apalagi mereka menyadari, kerja sama itu amat penting bagi perdamaian Barat dan Timur. Kedamaian sepertinya menemukan ruangnya pada saat Ramadhan. ***

Sumber: http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/09/23/00145515/ngabuburit.di.lapangan.merah

Sep 23, 2007

Meliput agama dalam berita

Tantangan Mengelola Media yang Berkualitas & Menarik

SP/Rina Ginting - Sejumlah pembicara pada acara diskusi panel bertema �Reporting Religion as News�.

[JAKARTA] Kristen terpanggil untuk menjawab tantangan zaman yang terus berubah, di mana berbagai masalah muncul satu per satu, melalui pelayanan multidimensi dan multibidang. Kristen juga ditantang untuk mengelola media yang berkualitas dan menarik. Injil sebagai Kabar Gembira jangan sampai dibatasi hanya sebagai kabar sukacita tentang surga, tetapi juga dunia; bukan hanya rohani, tapi juga jasmani.

Hal ini dikatakan Dr Victor Silaen, pengamat politik dan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kristen Jakarta dalam acara diskusi panel yang bertema "Reporting Religion as News", yang diselenggarakan INKommunity, komunitas wartawan Kristen, Jumat (21/9) di Jakarta.

Selain Victor, tampil Kristanto Hartadi, Pemimpin Redaksi Sinar Harapan dengan tema "Mengembangkan Berita Agama di Media Mainstream", Adiputra, konsultan radio, "Tantangan dalam Mengelola Radio Kristen", serta Don Bosco Salamun, anggota Komisi Penyiaran Indonesia dengan tema "Tren Program Bernuansa Agama di Televisi".

Dengan tema "Mengembangkan Jurnalisme di Media Ministri", Victor Silaen menjelaskan pelayanan kristiani bukan hanya berorientasi keterbebasan dari dosa, tetapi juga keterbebasan dari pelbagai belenggu dan tekanan yang membuat hidup ini terasa begitu susah dan sengsara, semisal kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan, dan yang sejenisnya.

Jadi, pelayanan kristiani haruslah dikembangkan seluas-luasnya agar mampu menjawab pelbagai tantangan kehidupan dalam bentuk kebutuhan-kebutuhan dan masalah-masalah yang makin komplek itu.

Selain itu, kata Pemimpin Redaksi Tabloid Dwi Mingguan Reformata itu, penting pula dipikirkan upaya-upaya strategis agar terjadi koordinasi dan kooperasi yang baik di antara sesama kelompok atau lembaga pelayanan kristiani.

Tujuannya, agar semua visi pelayanan itu dapat diwujudkan secara lebih efektif dan efisien. Di dalam hal inilah terasa betapa penting dan perlunya media informasi-komunikasi - baik cetak, elektronik, maupun audio-visual.

Victor Silaen menegaskan pentingnya media. Dengan adanya media, kita selaku komunikator (pihak penyampai pesan) dapat memperoleh beberapa keuntungan, antara lain: 1) informasi-informasi yang akan disampaikan dapat direncanakan atau dipersiapkan agar lebih baik dan menarik; 2) informasi-informasi yang disampaikan dapat menjangkau masyarakat luas; 3) informasi-informasi yang sudah disampaikan tak lekas berlalu begitu saja karena dapat disimpan dalam bentuk cetakan (buletin, jurnal, majalah, tabloid, dan yang sejenisnya), atau rekaman (kaset, video, dan yang sejenisnya), atau terpampang lama di komputer (internet);4) kita juga dimungkinkan untuk memperoleh umpan-balik (respons) dari komunikan dalam bentuk informasi baru yang memerkaya, masukan, usulan, kritik, dan lainnya.

Dengan beberapa keuntungan itu saja, tambahnya, menjadi jelaslah bahwa sesungguhnya media informasi-komunikasi bukan hanya dapat berfungsi sebagai sarana penghubung, tetapi juga pendukung. Terlebih di zaman serba-modern yang membuat waktu menjadi terasa kian berharga ini.

Mengapa harus repot-repot, misalnya, untuk berbicara di sana-sini atau pergi ke sana-sini untuk menyampaikan informasi jika ada media yang dapat membantu atau bahkan menggantikan upaya manusia untuk tujuan itu? Sekaitan itu, maka Kristen ditantang untuk mampu mengelola sekaligus mengembangkan media massa yang baik, berkualitas, dan menarik.

Pilar Keempat Demokrasi

Menurut Victor Silaen, pentingnya Kristen melibatkan diri dalam pelayanan media massa dewasa ini adalah, karena media massa juga telah dianggap sebagai pilar keempat demokrasi. Untuk dapat mewujudkan peran strategis tersebut, media harus mampu menjaga jarak terhadap lembaga-lembaga kekuasaan negara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif), juga terhadap kekuatan-kekuatan politik dan ekonomi di luar negara.

Hanya dengan demikianlah media niscaya dapat memerankan dirinya secara maksimal sebagai kekuatan pengontrol, yang terus-menerus bersuara kritis. Dampaknya, secara relatif praktik korupsi dapat dikurangi. Di samping itu, media massa juga dapat memerankan dirinya sebagai sosialisator yang secara intensif dapat menyebarluaskan ide-ide dan pemikiran-pemikiran penting untuk membangun moral dan mental bangsa.

Namun diakuinya, upaya mewujudkan peran-peran yang strategis dan ideal seperti itu tidaklah mudah. Para pengelolanya (baik redaksi maupun non-redaksi) harus betul-betul profesional dan berwawasan luas. Di samping itu, ketersediaan dana yang mendukung tugas-tugas operasional juga harus betul-betul menjadi perhatian.

Jika tidak, maka khususnya jajaran redaksi bisa terjebak pada beberapa hal berikut. Pertama, kecenderungan menjadi jurnalisme dinamit (dynamite journalism ). Yang dimaksud dengan itu adalah laporan yang dipublikasikan media hanya membuat hingar-bingar karena terdengar lantang, tapi setelah itu sunyi-senyap.

Dalam perang melawan korupsi, misalnya, peran media massa di Indonesia masih sebatas pemandu sorak (cheerleaders) atau corong pengeras suara (megaphones) dari kelompok antikorupsi atau aparat yang menangangi kasus korupsi. Mungkin karena wartawannya tidak menyelidiki kasus korupsi itu sendiri, melainkan hanya menunggu hasil laporan para penyelidik resmi atau partikelir.

Jadi, pihak media tidak melakukan investigative reporting terhadap kasus-kasus korupsi, melainkan hanya reporting on investigation. Penyebabnya, ya karena itu tadi, kurangnya sumber dana (dan sumber daya), yang membuat wartawan jarang sekali mendapatkan tugas mengungkap sebuah kasus dalam jangka waktu panjang.

Mereka hanya menjalankan tugas rutin pencarian berita sehari-hari yang tidak mendalam dan menanti datangnya informasi atau bocoran sumber mengenai kasus-kasus besar yang bisa meledak di media massa.

Dia memberi contoh di Afrika Selatan, dengan kecenderungan yang disebut jurnalisme meja (desk journalism). Dalam hal ini, wartawan hanya duduk di ruang redaksi untuk menerima telepon dari seseorang yang menceritakan ihwal penyimpangan, skandal atau perselingkuhan tokoh-tokoh tertentu dan menawarkan bukti-buktinya.

Berdasarkan itu kemudian dibuatlah laporan jurnalistik. Kesannya, berita tersebut merupakan laporan investigasi. Padahal, bukan hasil investigasi, melainkan hasil pembocoran pihak tertentu kepada wartawan.

Namun, bagaimana pun, kata Victor Silaen, pemberitaan-pemberitaan dengan ciri-ciri seperti di atas tetap diperlukan. Selain sebagai informasi, ia juga bisa menumbuhkan dorongan moral bagi rakyat dan kelompok-kelompok antikorupsi untuk terus berjuang memerangi korupsi. Dengan kata lain, berita tangan kedua tetap lebih baik ketimbang tak ada berita (korupsi) sama sekali.

Menurur Victor, Kristen harus menyikapi peluang pelayanan di bidang media karena, pertama, pelayanan di bidang ini jelas sangat strategis dan efektif untuk tujuan apa pun - baik pekabaran Injil, mencerdaskan bangsa, memberdayakan rakyat, mengontrol kekuatan-kekuatan politik dan ekonomi negara maupun non-negara, dan lain sebagainya.

Kedua, atas dasar itulah, maka jika Kristen ingin menggarap bidang ini, tak bisa tidak, diperlukan keseriusan, kerja-keras, dan ketersediaan sumber-sumber daya sekaligus sarana-prasarana pendukung yang memadai. Kalau semua prasyarat itu terpenuhi, maka selanjutnya tinggal memilih mau masuk ke media apa - cetak, radio, atau televisi.

Tetapi, sebaliknya, kalau semua prasyarat itu tidak terpenuhi atau hanya terpenuhi sebagian saja, maka lebih baik berpikir seribu kali sebelum memulainya. Sebab, bidang ini bukanlah bidang yang mudah digarap - apalagi dikembangkan. Karena itu, jika pun tetap ada keterpanggilan untuk masuk ke bidang ini, lakukan saja secara individual (bergabung dengan media tertentu), tak usah menunggu harus secara kolektif (membangun media sendiri).

"Agak pesimistis, memang, jika mengamati bahwa selama ini tak terlalu banyak orang Kristen yang terpanggil untuk menggumuli pelayanan di bidang ini secara serius. Boleh jadi karena prasyarat-prasyarat yang harus dipenuhi memang sangat sulit (terutama yang menyangkut sumber daya dan sumber dana). Tetapi, herannya, mengapa untuk membangun partai politik (yang belum tentu strategis dan efektif sebagai wadah pelayanan) ternyata banyak juga orang Kristen yang merasa terpanggil. Padahal, untuk mempersiapkannya saja, dari segi dana sudah meminta pengorbanan yang sangat besar", katanya.

Ditambahkannya, kalau begitu, mungkin kita boleh juga optimistik, karena ternyata ada juga orang-orang Kristen yang mau mengorbankan diri begitu besarnya untuk sebentuk pelayanan yang (diasumsikan) tidak terlalu strategis dan efektif.

Artinya, kalau saja mereka bisa diyakinkan akan pentingnya pelayanan di bidang media, boleh jadi prasyarat-prasyarat yang dibutuhkan itu tak terlalu sulit lagi untuk dipenuhi. [R-8]


Sumber: Suara Pembaruan, 22/9/07