Sep 23, 2008

Berbuka Puasa di Rusia

Rusia: Salah satu mantan negara besar yang masih mempertahankan 'kebesaran'nya dan mampu meninggalkan kenangan tersendiri bagi pelancongnya. -- Emil Jayaputra 
 
Ramadhan
"Ngabuburit" di Lapangan Merah
KOMPAS/SUBHAN SD / Kompas Images
Suasana Lapangan Merah dengan Benteng Kremlin (kiri) dan Katedral St Basil di kota Moskwa, Rusia, Minggu (21/9).
Selasa, 23 September 2008

Subhan SD

Minggu (21/9) petang, udara Kota Moskwa, Rusia, terbalut mendung. Suhu udara sekitar 7 derajat Celsius. Siang itu angin yang bertiup di sekitar Lapangan Merah (Krasnaya Ploshchad) terasa menusuk-nusuk kulit walau tubuh sudah dibalut berlapis-lapis jaket.

Sinar matahari senja yang sempat muncul nyaris tak mampu meredam hawa dingin itu.

Memasuki paruh ketiga bulan Ramadhan, rasanya asyik juga ngabuburit di lapangan yang, antara lain, terkenal dengan peristiwa Revolusi Bolshevik tahun 1917 itu. Suasana lapangan yang berukuran 695 meter x 130 meter itu sibuk. Ribuan orang dari berbagai bangsa berlalu lalang. Maklumlah kawasan lapangan itu merupakan jantung Moskwa, yang antara lain dengan landmark kompleks Kremlin dan Katedral St Basil, selain Museum Sejarah dan pusat perbelanjaan Gum.

Jam besar di menara Spasskaya Kremlin menunjukkan pukul 14.00. Biasanya jam-jam sekitar itu, saat berpuasa, sungguh tak mengenakkan berjalan-jalan di jalan di Jakarta, misalnya. Tetapi, siang itu berjalan-jalan di Lapangan Merah sungguh tak terasa haus. Malah rasa dingin menyergap. Rasanya ngabuburit sekitar 3,5 jam cukuplah untuk menanti berbuka puasa. Tetapi, baru tersadar ternyata magrib di Moskwa baru pukul 19.34 nanti.

Lapangan Merah adalah ikon yang terkenal. Ia menjadi tempat parade militer unjuk kekuatan, terutama pada zaman Perang Dingin sejak Stalin hingga Gorbachev, serta perayaan besar lainnya.

Lapangan merah itu sendiri adalah sejarah. Karena itu, semua bangunan di areal lapangan punya sejarah masing-masing. Kremlin (artinya benteng pertahanan) boleh jadi bangunan yang mencolok dengan warna merahnya. Kremlin merupakan jantung sejarah, pemerintahan, dan spiritual. Di dalam areal Kremlin yang punya 18 menara itu terdapat museum, istana, dan katedral. Kompleks pada masa Tsar itu dibangun pada abad ke-12 hingga ke-15. Di bagian depan, ada Mausoleum Lenin. Di belakang Lenin ada makam pemimpin lainnya, yaitu Stalin, Brezhnev, Andropov, Chernenko, kecuali Khrushchev di pemakaman Novodevichy.

Lapangan Merah menjadi lokasi menarik bagi pasangan muda yang melangsungkan pernikahan. Sabtu sore sebanyak 7-8 mobil limusin parkir di sisi ujung jalan atau di jembatan di atas Sungai Moskwa. Pasangan muda itu mengabadikan momen indah mereka dengan latar belakang gedung-gedung tua nan bersejarah itu. Mobil-mobil pengiringnya pun tampak baru dan mewah. Ekonomi Rusia memang terus bertumbuh. Pendapatan per kapitanya kini 11.200 dollar AS.

Mereka berfoto di pinggir Katedral St Basil yang cungkup-cungkupnya seperti bawang. Tetapi, sebetulnya mirip kubah masjid, sebagaimana umumnya cungkup katedral di Moskwa. Bangunan unik itu merupakan simbol kemenangan Ivan the Terrible saat mengalahkan bangsa Mongol tahun 1552 di kota Kazan. Tak mengherankan jika keindahan dan keunikannya membuat Napoleon Bonaparte kepincut. Keunikan itu pula yang membuat arsiteknya, Postnik Yakovlev, menderita sepanjang hidupnya. Ivan the Terrible tak ingin ada bangunan lain seindah katedral itu. Karena itu, ia tak ingin Postnik merancang bangunan lain. Satu- satunya cara, Postnik pun dibutakan.

Berjam-jam rasanya telah berlalu. Jam di menara Spasskaya menunjukkan angka 19.34. Saatnya berbuka. Waktu berbuka di Rusia pasti tidaklah sama, karena negara terbesar seluas 17.075.200 kilometer persegi itu memiliki 11 daerah pembagian waktu.

Islam di Rusia—termasuk Moskwa—bukan hal baru di negeri yang 70 tahun mempraktikkan komunisme itu. Sejarah panjang Islam justru mewarnai perjalanan bangsa-bangsa di Rusia, setidaknya sejak abad ke-7, yaitu ke wilayah Dagestan dan Kaukasus Utara. Namun, Islam yang berkembang sekarang ini bermula pada abad ke-14. Banyak negara Islam yang berada di sekelilingnya bergabung dengan imperium Rusia antara abad ke-16 dan ke-19. Vladimir Putin pernah mengatakan, Muslim Rusia merupakan bagian tak terpisahkan dan aktif dalam susunan bangsa yang multietnik itu.

Namun, perubahan total terjadi saat era komunisme (Uni Soviet). Islam, termasuk juga agama lain, tidak bisa bergerak. Penduduk yang menjalankan agamanya dilarang. Selama 70 tahun komunisme berkuasa, praktik keagamaan nyaris tak terlihat.

Tetapi, setelah keruntuhan komunisme dua dekade silam, Islam di Rusia kembali menggeliat, seperti agama lainnya. "Ada fenomena anak muda Rusia yang masuk Islam. Islam sekarang berkembang seperti agama lainnya," kata Svet Sergeyeviv Zakharov (Zakaria), pengajar bahasa Indonesia di Akademi Diplomatik.

Kini Islam merupakan agama kedua dari sisi jumlah penganut setelah Kristen. Jumlahnya 25 juta orang atau 40 persen dari 143 juta penduduk Rusia. Bahkan, diprediksikan dalam 30 tahun ke depan, jumlah Muslim bisa lebih banyak daripada etnik Rusia. Diprediksi tahun 2020, satu dari lima warga Rusia adalah seorang Muslim. Moskwa bisa dikatakan sebagai kota berpenduduk Muslim terbesar dibandingkan kota Eropa lainnya.

Walau pemerintah keras terhadap kelompok radikal seperti di Chechnya, tetapi sejak Putin upaya merangkul kelompok moderat lebih intens. Tahun 2003, Putin berpartisipasi dalam pertemuan negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Malaysia. Kerja Sama dengan dunia Islam, termasuk Indonesia, terus dibangun Rusia, apalagi mereka menyadari, kerja sama itu amat penting bagi perdamaian Barat dan Timur. Kedamaian sepertinya menemukan ruangnya pada saat Ramadhan. ***

Sumber: http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/09/23/00145515/ngabuburit.di.lapangan.merah

No comments: