Grandis Food Louver
Yulia Sapthiani dan Ilham Khoiri
Mal adalah gelanggang makanan. Hampir semua selera dilayani mal. Dari sushi sampai gudeg, dari sate hingga steak, dari pecel hingga burger. Orang-orang menyerbu mal untuk menikmati hiburan lidah berupa makan dan makan.
Saat jam makan siang sekitar akhir Desember lalu, orang-orang hiruk pikuk di Food Louver, Mal Grand Indonesia, Jakarta. Banyak pengunjung bahkan harus berdiri menunggu giliran mendapat kursi.
"Iya nih, kalau jam segini susah mencari tempat duduk. Saya dan teman-teman sudah dari tadi mencari kursi, tetapi baru dapat sekarang," tutur Nita (38), karyawati bank yang datang bersama tiga temannya.
Sebagai foodcourt yang berada di kawasan perkantoran antara Jalan Jenderal Sudirman dan MH Thamrin, Food Louver yang berada di lantai 3 memang selalu dipenuhi karyawan dari sekitar wilayah tersebut setiap istirahat siang. Mereka rata-rata datang bersama teman supaya bisa membagi tugas, antara mencari tempat duduk dan memesan makanan.
Meski harus berjuang dan bersabar mendapat kursi dan antre memesan makanan, Nita tak pernah kapok datang ke arena jajan tersebut. "Selain dekat dengan kantor, variasi makanannya banyak. Kami juga tidak kepanasan atau takut kehujanan waktu makan karena lokasinya di dalam mal," ujar Nita.
Kalau pada hari kerja tempat makan ini dipenuhi karyawan kantor, maka pada akhir pekan pengunjungnya didominasi keluarga. Selain ke Food Louver, mereka biasanya memenuhi area makan lain di lantai LG, 3A, dan 5 mal barat. Di lantai 3A dan 5, pengunjung bisa makan sambil menikmati suasana di Jepang, China, Amerika, atau Eropa melalui desain di setiap areanya. Jenis makanannya tentu saja disesuaikan dengan tema tempat-tempat tersebut.
"Sebagai mal yang berkonsep memberi hiburan untuk keluarga, kami menjadikan tempat makan sebagai tujuan pengunjung datang ke sini karena hampir bisa dipastikan mereka akan makan atau minum meskipun tidak belanja," kata Senior Marketing Communication Manager GI Teges Prita Soraya.
Karena area makan sudah menjadi daya tarik pengunjung datang ke mal yang berada di pusat kota Jakarta ini, GI berencana menambah area tersebut di mal timur.
Mal Kelapa Gading (MKG) dan Cilandak Town Square (Citos), yang berada di sisi utara dan selatan Jakarta, juga menjadikan kuliner sebagai daya tarik bagi pengunjung. Memanfaatkan ketenaran Kelapa Gading sebagai daerah wisata kuliner di Ibu Kota, MKG menjadikan makanan sebagai salah satu konsep mereka selain hiburan dan mode.
"Kuliner menjadi perhatian utama kami karena wilayah Kelapa Gading telah berkembang dan dikenal sebagai kota sejuta makanan. Faktor ini menjadi daya tarik kuat bagi masyarakat, bahkan yang tinggal di luar wilayah Kelapa Gading," kata Cut Meutia, General Manager Corporate Communications PT Summarecon Agung Tbk.
Untuk memperkuat konsep kuliner ini, area-area makanan berbentuk foodcourt disediakan di beberapa tempat, salah satunya Food Temptation yang berada di lantai 3 MKG 3 seluas 7.000 meter persegi dengan kapasitas lebih dari 2.200 kursi.
Food Temptation ini berdampingan dengan area makan lainnya, yaitu Eat and Eat yang memiliki daya tarik dengan desainnya yang unik. Berada di Eat and Eat MKG, kita serasa berada di pasar pada zaman dulu. Selain itu, ada Food Sensation yang berada di MKG 1.
Konseptor Eat and Eat, Iwan Tjandra, mengatakan, semakin banyak tempat makan di sebuah mal membuat dia harus membuat konsep unik untuk area kuliner ciptaannya. Dia juga harus menyesuaikan jenis makanan yang dijual dengan karakter konsumen di wilayah Eat and Eat berada.
Di Eat and Eat MKG, misalnya, Iwan menggabungkan kuliner tradisional, barat, dan beberapa menu nonhalal. Adapun Eat and Eat yang ada di Gandaria City, Jakarta Selatan, didominasi oleh kedai yang menyediakan makanan tradisional, seperti pecel Solo, pempek Palembang, nasi Padang, dan gudeg Jogja.
Sementara dominasi tempat makan di Citos terlihat dari jumlah 60-an gerai—dari total 85 gerai—yang menjual makanan dan minuman. Keberadaan deretan tempat makan dan minum ini, seperti Starbucks, Dome, The Coffee Bean & Tea Leaf, De'Excelso, atau Bakerzin, membuat pengunjung bisa bersantai sambil makan dan minum.
Kumpul itu makan
Ternyata konsep ini diminati. Buktinya, pengunjung Citos hampir selalu ramai setiap hari, apalagi pada akhir pekan atau liburan. Berdasarkan catatan pengelola, ada sekitar 6.000 kendaraan yang masuk ke situ setiap hari. Jumlah pengunjungnya diperkirakan 20.000 orang per hari.
Kenapa mal-mal itu menyediakan banyak gerai makanan? "Karena orang-orang suka berkumpul dan bersantai. Apa yang dilakukan orang saat bersantai? Salah satunya, ya makan," kata Yen Yen, General Manager Marketing dan Promosi Citos.
Tempat-tempat makan ini tak hanya berada di tempat yang dikhususkan sebagai area kuliner. Beberapa di antaranya bahkan digabungkan dengan tempat lain, seperti kafe yang berada di dalam toko buku Gramedia GI.
Selain untuk mereka yang memang punya tujuan makan, keberadaan area makan di mal membantu pengunjung yang punya tujuan lain, salah satunya kumpul-kumpul, seperti yang dikatakan Yen Yen. Tak sedikit orang-orang datang ke tempat makan di mal sambil melakukan aktivitas yang serius.
Sari Fisdi (33), misalnya. Pada pertengahan pekan lalu datang bersama teman-temannya ke Sky Dinning di Plaza Semanggi untuk membuat makalah sebagai tugas dari tempat kuliah mereka di Universitas Mercu Buana, Jakarta. Mereka biasa berkumpul di area yang berada di lantai 10 Plaza Semanggi ini hingga beberapa jam sampai makalah selesai dan sambil menunggu menghilangnya kemacetan jalan pada sore hari.
Ya, daripada lelah berada di lalu lintas Jakarta, berkumpul dengan teman sambil menyeruput teh atau kopi di mal memang menjadi pilihan menarik warga Jakarta saat pulang kerja.
Sumber: Kompas, 9 Januari 2011
No comments:
Post a Comment