Jan 9, 2011

Kebangkitan Film Komedi Indonesia?

ternyata 'saba ' itu artinya berkunjung atau bepergian ke luar rumah...  (EJ)


Kala Kabayan Saba Kota (Lagi)
Minggu, 9 Januari 2011 | 03:11 WIB

Budi Suwarna

TERTAWALAH SEBELUM TERTAWA ITU DILARANG. Itu sindiran Warkop pada era Orde Baru. Kini tertawa juga belum dilarang. Namun, produser harus jeli mencari celah tawa. Termasuk memanggil Kabayan untuk turun ke kota atau memasang tokoh mahasiswa seperti model Warkop dulu.

Sepanjang liburan Natal dan Tahun Baru kali ini, setidaknya ada dua film komedi yang beredar di bioskop, yakni Kabayan Jadi Miliyuner (KJM) dan 3 Jejaka Tanggung. Mari kita tengok ceritanya.

KJM tidak lain adalah versi lain dari lima film Kabayan yang terhitung sukses di pasaran pada era 1990-an. Benang merah kisahnya tetap sama, yakni percintaan antara Kabayan dan Nyi Iteung. Hanya saja, di KJM, Iteung tidak digambarkan sebagai gadis desa yang lugu, tetapi gadis metropolis yang modis, berpendidikan, bekerja sebagai sekretaris, dan tinggal di apartemen mewah bersama orangtuanya yang materialistis.

Cerita bermula dari kedatangan Rocky yang ingin menguasai tanah Pesantren As-Salam tempat Kabayan dan para santri tinggal. Pemimpin pesantren, Ustaz Soleh, menyerahkan semua keputusan kepada Kabayan. Kabayan menolak usaha pengambilalihan tanah pesantren untuk dijadikan perumahan mewah. Namun, Rocky tidak kehabisan akal. Dia mengirim sekretaris sekaligus tunangannya yang cantik, Iteung, untuk memperdaya Kabayan. Tidak disangka, Kabayan dan Iteung malah saling jatuh cinta.

Chand Parwez Servia, produser Starvision yang memproduksi KJM dan lima serial Kabayan sebelumnya, mengatakan, dia berusaha mendekatkan kisah Kabayan dengan generasi sekarang yang akrab dengan kultur MTV. "Kalau dikasih cerita Kabayan versi klasik, mereka belum tentu mengerti," ujar Parwez.

Mungkin itu sebabnya Parwez memasang Jamie Aditya yang pernah menjadi host dan ikon MTV Indonesia sebagai Kabayan serta menempatkan Rianti Cartwright yang wajahnya indo sebagai Iteung. Di film ini juga ada adegan Superman yang komplain—dalam bahasa Sunda—pada jin "teman baik" Kabayan yang ngebut di angkasa.

Film 3 Jejaka Tanggung juga menyasar penonton anak muda. Film ini bercerita tentang tiga mahasiswa yang suka pesta dan hura-hura. Suatu ketika, sehabis mabuk, mereka diculik dan tiba-tiba berada di pedalaman Kalimantan. Mereka kemudian ditahan oleh suku Dayak karena dianggap membuat onar. Pada akhirnya, mereka tampil sebagai pahlawan yang berhasil menyelamatkan perkampungan Dayak itu dari seorang pengusaha rakus.

Kedua film ini tampaknya dibuat untuk memberi hiburan semata tanpa pusing-pusing memikirkan logika cerita. Di film 3 Jejaka Tanggung, misalnya, penonton tidak pernah mendapat penjelasan bagaimana tiga mahasiswa yang suka hura-hura itu diculik dan terdampar di Kalimantan.

Penjelasan bagaimana Iteung bisa jatuh cinta kepada Kabayan yang miskin dan kampungan di film KJM juga kurang meyakinkan. Cinta seolah muncul begitu saja.

Parwez mengatakan, film komedi untuk masa liburan yang penting bisa menghibur. Selain itu, karena film komedi pada masa liburan ditonton keluarga, film itu tidak boleh memuat adegan seks dan tidak mengeksploitasi tokoh jahat.

Gope Samtani, Direktur Utama Rapi Films yang memproduksi 3 Jejaka Tanggung, mengatakan, film komedi yang penting lucu. "Selama liburan orang itu ingin tertawa dan terhibur. Jadi, tidak perlu diberi cerita yang ribet-ribet," ujar Gope.

Tradisi

Film komedi sudah mentradisi sebagai tontonan pada musim liburan. Era 1960-an dan 1970-an, film-film Bing Slamet dengan Kwartet Jaya-nya (Bing Slamet, Ateng, Iskak, Eddy Soed) populer dengan Bing Slamet Setan Jalanan sampai Bing Slamet Koboi Cengeng. Era 1980-an dan 1990-an giliran film-film Warkop Dono Kasino Indro yang mendominasi tontonan bioskop setiap musim libur, terutama Lebaran. Mereka menghasilkan 34 film yang di Jakarta saja ditonton sekitar 400.000-600.000 penonton.

Pertengahan tahun 2000-an, film komedi pada masa liburan sempat redup karena kepungan film horor, drama yang dibalut religi, dan film anak-anak macam Laskar Pelangi. Sampai musim liburan kali ini pun, film komedi belum sanggup mendominasi bioskop lagi, seperti zaman Warkop DKI. KJM dan 3 Jejaka Tanggung, misalnya, harus bersaing ketat dengan film horor Pocong Rumah Angker dan dua film drama berbalut kemasan religi, yakni Khalifa dan Dalam Mihrab Cinta.

Meski begitu, film komedi tetap meraup rezeki tambahan pada musim liburan. Gope mengklaim, film 3 Jejaka Tanggung dalam sepekan ditonton 130.000 orang. "Sampai sekarang (minggu kedua), film itu masih diputar. Kami harap film itu bisa ditonton 300.000 penonton. Angka itu sudah bagus buat film lokal untuk saat ini," ujar Gope.

Parwez mengklaim, KJM ditonton 400.000 orang dalam dua pekan. Film ini masih diputar di sejumlah bioskop. Pada saat musim liburan, kata Parwez, jumlah penonton secara keseluruhan memang naik 25-40 persen. Karena itu, semua produser berlomba-lomba mendapatkan waktu tayang pada saat itu. "Apa pun genre film yang kami buat, kami sudah harus memastikan dapat waktu tayang pada saat liburan ketika film akan diproduksi. Kalau tidak, film kami disalip film lain," ujar Parwez.

Sebenarnya, lanjut Gope, semua genre film punya kesempatan yang sama untuk meraih penonton pada saat liburan. Meski begitu, memproduksi film komedi untuk musim liburan tetap lebih menguntungkan. "Setelah masa liburan habis, kami bisa menjual hak siar film komedi ke (stasiun) televisi. Kalau film horor, televisi tidak mau menayangkan," ujar Gope. Apa boleh buat, film memang harus berputar.

Sumber: Kompas, 9 Januari 2011

No comments: