Aug 14, 2025

Menajamkan Pikiran untuk Hidup Bermasyarakat


Lawan "Brain Rot" dengan Filsafat

Pernahkah konten kutipan penulis atau filsuf lewat di beranda media sosial Anda? Kalau iya, berarti Anda telah tersentuh filsafat.


Oleh Dwi AS Setianingsih

03 Feb 2025 08:00 WIB · Muda


MEMBACA buku menjadi kegiatan yang membutuhkan keterampilan tersendiri. Di era digital, orang akan lebih mudah terdistraksi saat membaca. Gawai berdenting sedikit saja, mata seketika bergeser ke layar. Saat itulah, brain rot atau pembusukan otak mengintai.

Penelitian Liverpool Health Inequalities Research pada 2010 menunjukkan membaca literatur memberikan keuntungan. Selain meningkatkan fokus, meningkatkan kesejahteraan individu dengan menumbuhkan rasa percaya diri sekaligus mengurangi isolasi sosial. Lewat membaca, seseorang akan berusaha untuk memahami isi buku sehingga menumbuhkan budaya berpikir

Hal itu bisa tercapai karena membaca membutuhkan kesabaran ekstra. Saat lebih mudah untuk menonton konten video pendek, memperhatikan detail informasi dalam sebuah buku dapat terasa menyulitkan. Pembusukan otak dapat terjadi akibat mengonsumsi konten receh di media sosial.

Menurut pelayanan kesehatan jiwa Newport Institute di Amerika Serikat brain rot dapat dicegah dengan mencoba kegiatan luring, berjejaring dengan orang secara langsung, dan memperkuat pikiran. Komunitas seperti Sekolah Filsafat Jalanan (SFJ) Bogor dan Circles Indonesia menawarkan hal tersebut. 

Salah satu pendiri SFJ, Aldi Dwi Laksono (30) dalam wawancara Selasa (21/1/2025) di Bogor, Jawa Barat mengungkapkan, berdasar pengamatannya, banyak mahasiswa mengenal filsafat saat sedang menggulir (scrolling) media sosial. Misalnya melalui kutipan populer filsuf Perancis RenĂ© Descartescogito ergo sum (aku berpikir maka aku ada) dan kutipan God is Dead (Tuhan sudah mati) dari filsuf Jerman Nietzsche yang banyak berseliweran di media sosial.

Kutipan-kutipan populer tersebut, tidak dimungkiri dapat memantik rasa penasaran orang untuk mendalami dunia filsafat. Namun karena sadar bahwa membincangkan filsafat umumnya membuat orang membayangkan pembahasan yang berat, SFJ Bogor hadir sebagai komunitas atau ruang berdialog bagi para pelajar dan mahasiswa.

Secara terpisah, Ketua Komunitas Lingkar Filsafat Circles Indonesia, Dhimas Anugrah (43) menambahkan, belajar filsafat bisa dari mana saja, termasuk kehidupan sehari-hari. Kegiatan membaca teks filsafat menjadi lebih menyenangkan saat dilakukan bersama teman atau dengan orang yang punya ketertarikan serupa. Itulah hal utama yang digaungkan Aldi dan Dhimas melalui komunitas filsafat.

Pembahasan berat

Aldi menuturkan, bersama kedua kawannya, ia mulai menjalankan SFJ Bogor sejak 2018. Berangkat dari kesukaan terhadap pemikiran para filsuf, mereka merasa ada kebutuhan untuk berdiskusi lebih dalam. 

Perkumpulan itu panjang umur. Tujuh tahun lamanya mereka rutin berkumpul di ruang-ruang publik seperti di Bogor Creative Center. Sesuai namanya yang berupa sekolah, kegiatan SFJ biasa dimulai dengan membaca buku bersama lalu disudahi dengan bertukar pikiran. 

Salah satu pendiri Sekolah Filsafat Jalanan (SFJ) Bogor Aldi Dwi Laksono (tengah berkacamata) sedang berdiskusi dengan orang-orang yang datang ke kelas rutin SFJ di Bogor Creative Center (BCC), Sabtu (12/10/2024).
SEKOLAH FILSAFAT JALANAN BOGORSalah satu pendiri Sekolah Filsafat Jalanan (SFJ) Bogor Aldi Dwi Laksono (tengah) sedang berdiskusi dengan orang-orang yang datang ke kelas rutin SFJ di Bogor Creative Center (BCC), Sabtu (12/10/2024).

Satu persatu orang yang hadir akan diminta untuk membaca paragraf per paragraf satu bab buku. Biasanya, tema buku yang didiskusikan sudah diumumkan lewat poster undangan di Instagram @sekolah_filsafat_jalanan.

Contoh yang paling terbaru adalah mendiskusikan pemikiran Immanuel Kant tentang kritik atas akal budi murni. Pembahasannya berlangsung dalam rentang waktu berbulan-bulan, sejak Agustus hingga Desember 2024. Biasanya akan dimulai dari pengantar pemikiran filsuf, baru kemudian dilanjutkan dengan sari-sari pemikirannya. 

Saya rasa memang filsafat itu pijakan kita memahami banyak hal, cara kita belajar hidup elok.

Aldi menjelaskan kegiatan formal SFJ berlangsung selama dua jam. Jika peserta ingin berbincang lebih lanjut, "langsung dekati siapa saja!" ujarnya.

Tidak ada pemantik, tidak ada ketua. Setiap orang bebas bersuara. Setiap orang bebas datang dan pergi, sehingga SFJ Bogor belum memiliki anggota tetap.

Pengunjung membaca buku koleksi Perpustakaan Nasional RI di Jakarta, Jumat (27/5/2022). Membaca buku dapat menjadi detoks gawai.
Kompas/PriyombodoPengunjung membaca buku koleksi Perpustakaan Nasional RI di Jakarta, 27 Mei 2022.

Itulah salah satu kelemahan yang diungkapkan Aldi. Saat berkumpul, banyak orang terbiasa hanya mendengar. Sebaliknya, di SFJ, peserta perlu ikut membaca per kalimat. Syukur-syukur jika mau ikut berpendapat.

"Ternyata kan enggak gampang. Mungkin itu yang membuat orang-orang enggak lanjut datang," ungkap Aldi seraya tertawa kecil. 

Pengalaman lain diceritakan oleh Dhimas. Komunitas Lingkar Filsafat Circles Indonesia yang akrab disebut Circles ini merupakan salah satu wadah belajar filsafat terbesar dengan lebih dari tiga ribu anggota di seluruh Indonesia. Circle didirikan oleh Dhimas bersama empat kawannya pada tahun 2020 lalu. Tujuan mereka hanya satu, yakni menciptakan masyarakat yang bijaksana melalui pembelajaran filsafat.

Menurut Dhimas, berfilsafat adalah cara untuk manusia bisa hidup bermasyarakat. Seseorang dapat memahami mana yang benar dan salah dengan mempelajari filsafat.

"Saya rasa memang filsafat itu pijakan kita memahami banyak hal, cara kita belajar hidup elok," kata Dhimas, Rabu (29/1/2025).

Circles rutin mengadakan pertemuan satu minggu sekali secara daring. Pertemuan ini berbentuk diskusi dengan mengundang satu tokoh ahli sebagai narasumber. Dhimas pun menyebut setidaknya ada 300 anggota setia yang selalu hadir di kelas. Setiap kelas memiliki satu bahasan khusus, tidak jarang pula ada satu topik bahasan yang membutuhkan lebih dari satu kelas.

Circles tidak hanya membahas satu permasalahan dari aspek filsafat saja, tapi juga sering mengundang narasumber yang tepat di bidangnya. Seperti ahli sejarah, ahli kebahasaan, atau bahkan ahli lingkungan hidup. 

Dhimas selalu menekankan bahwa belajar filsafat itu menyenangkan. Oleh karenanya, ia memastikan siapa saja yang ingin belajar di Circles untuk tidak kesulitan. Mereka tidak dipungut biaya ataupun administrasi yang rumit. Untuk bergabung, cukup mengirim pesan ke laman Instagram @circles.education.

"Belajar filsafat harus fun, harus menyenangkan," ujarnya.

Landasan budaya luhur

Filsafat dalam arti terdalamnya adalah cara untuk hidup bermasyarakat. Dhimas menyebut filsafat sebagai ilmu kebijaksanaan.

Menurut Dhimas, filsafat seharusnya menjadi ilmu dasar yang diajarkan kepada semua masyarakat. Pasalnya, filsafat merupakan landasan dari segala budaya luhur yang ada, mulai dari berpikir kritis, gotong-royong, dan bahkan beretika. Oleh sebab itu, Dhimas sangat menyayangkan kondisi pembelajaran filsafat di Indonesia yang masih terasa minim.

Ia menyinggung kondisi masyarakat saat ini yang merasa takut ketika mendengar kata "filsafat". Filsafat sudah terisyarat sebagai hal yang memberatkan. Sebaliknya, menurut dia, filsafat seharusnya menjadi fondasi untuk hidup lebih baik.

Hidup baik itu seperti apa? Menjadi baik itu harus rasional, tahu apa yang ia lakukan, tahu apa yang ia pikirkan.

"Hidup baik itu seperti apa? Menjadi baik itu harus rasional, tahu apa yang ia lakukan, tahu apa yang ia pikirkan," jelas Dhimas terkait keutamaan berfilsafat.

Dhimas menyebut semakin maraknya konten filsafat di media sosial merupakan satu langkah baik untuk memopulerkannya. Tren ini menjadi momentum bagi masyarakat untuk menggempur fenomena brain rot.

Menggempur fenomena brain rot dengan filsafat memang bukan hal mudah. Kegemaran masyarakat untuk membaca harus dipupuk dengan cara yang konsisten sedari dini. Namun, dari cerita Aldi dan Dhimas, dapat kita lihat bahwa filsafat adalah ilmu keseharian yang sangat mudah untuk dipelajari.

"Banyak orang sudah berfilsafat walaupun tidak menyadari mereka sedang berfilsafat," tutup Dhimas.

Dua pengunjung membaca buku di salah satu ruangan yang ada di Perpustakaan Baca di Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (11/2/2023). Perpustakaan Baca di Tebet menjadi salah satu destinasi warga yang ingin menghabiskan akhir pekan di Jakarta. Lokasinya yang bertepatan di samping Jalan Tebet Barat Dalam Raya membuat lokasi ini strategis. Perpustakaan yang buka sejak Februari 2022 ini memiliki sekitar 20.000 buku yang tersimpan di sejumlah rak yang ada di setiap ujung ruangan. Untuk dapat menikmati puluhan ribu buku dengan suasana yang nyaman, para pengunjung dapat membayar Rp 35.000 untuk harian, Rp 100.000 per bulan untuk menjadi anggota bulanan, sampai anggota tahunan yang berbiaya Rp 600.000 untuk pelajar dan Rp 800.000 untuk umum. Fakhri Fadlurrohman (Z19) 11-02-2023
KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMANDua pengunjung membaca buku di salah satu ruangan di Perpustakaan Baca di Tebet, Jakarta Selatan, 11 Februari 2023.


Catatan: Artikel ini merupakan kolaborasi dengan peserta magang harian Kompas, yakni Ammar Rezqianto, mahasiswa jurusan Jurnalistik, Universitas Padjadjaran dan Giofanny Sasmita, mahasiswi jurusan Jurnalistik, Universitas Multimedia Nusantara.

Sumberhttps://www.kompas.id/artikel/lawan-brain-rot-dengan-filsafat

No comments: