Tabrakan maut Imlek & Valentine
Xin Chun Kuai Le, Nian Nian You Yu...
* Happy Valentine's Day 14-Feb-10 *
Sabtu, 13 Februari 2010 | 05:10 WIB
P Agung Wijayanto
Pada tahun ini, perayaan Imlek atau Xin Nian bertepatan dengan perayaan Valentine, hari cinta kasih. Bagi orang beriman, segala peristiwa tidaklah terjadi kebetulan, tetapi merupakan anugerah dan pengarahan dari Sang Penyelenggara Kehidupan.
Kendati mungkin Anda tidak merayakan salah satu atau kedua perayaan tersebut, sebagai warga negara Indonesia yang mengakui keberadaan Allah, Sang Sumber Kasih, tidaklah ada ruginya untuk merenungkan perayaan cinta kasih di dalam kehidupan sebagaimana dirayakan pada hari itu. Amatlah menarik untuk merenungkan beberapa pokok pengalaman kasih yang dirayakan dalam Imlek. Semoga hal ini dapat memperkaya khazanah kehidupan kerohanian bangsa Indonesia.
Pengalaman kasih
Imlek sejak semula memang merupakan perayaan masyarakat China. Dalam perjalanan waktu, Imlek juga dirayakan oleh masyarakat Jepang, Korea, Vietnam, Indonesia, dan sebagainya. Sebelum menjadi masyarakat industri, mayoritas penduduk di negara-negara tersebut adalah petani. Dapatlah dimengerti bila Imlek banyak diwarnai oleh berbagai simbol dan pemahaman akan pengalaman kasih dan kehidupan sebagaimana dihidupi dan dirayakan oleh para petani.
Dalam perjalanan waktu, masyarakat modern atau perkotaan tetap mempertahankan atau mengolah simbol dan pemahaman tersebut seturut situasi atau perkembangan yang ada. Beberapa pokok perayaan kasih yang pantas direnungkan adalah sebagai berikut.
Pertama, manusia hidup dalam lautan kasih. Petani selalu dikelilingi oleh berbagai tanda dan peristiwa kehidupan: padi, pohon, sayuran, buah, ternak, unggas, bayi, keluarga, dan sebagainya. Semua bentuk kehidupan itu tumbuh, berkembang, dan menghasilkan buah-buah kehidupan yang melimpah. Ritme ini membuat kehidupan menjadi indah, membahagiakan, dan mengagumkan karena semuanya digerakkan oleh kasih. Petani pada akhirnya dapat memahami bahwa kasih dan kehidupan tidaklah terpisahkan.
Dongeng yang diperdengarkan kepada anak-anak saat merayakan Imlek adalah kisah kemenangan manusia atas monster waktu nian (si pembawa kematian dan kehancuran tata kehidupan).
Memasuki tahun baru, semua orang mengharapkan dapat tetap hidup dalam lautan kasih yang penuh kedamaian, kesejahteraan, kelimpahan berkah, dan jauh dari kehancuran hidup. Lambang buah kedamaian (apel, pingguo), kelimpahan berkat (ikan, yu), dan lainnya dimakan supaya manusia dapat tetap menyatu dengan lautan kasih yang menghidupkan.
Kedua, kasih yang menghidupkan itu adalah karunia. Lautan kehidupan dipahami oleh petani sebagai kasih karunia yang mengalir secara harmonis (Yin & Yang) dari para penguasa langit dan bumi serta dari leluhur. Kendati harus selalu bekerja keras, petani tidak dapat dan tidak berhak memaksa kasih untuk melahirkan kehidupan.
Imlek selalu diawali dengan upacara syukur kepada siapa atau apa saja yang telah mengaruniakan kasih yang membawa, memenuhi, menggerakkan, dan menumbuhkan kehidupan ini.
Upacara ini tidak harus dilakukan di suatu tempat ibadat, tetapi sudah selayaknya mereka melaksanakannya di rumah masing-masing. Selesai upacara, seluruh anggota keluarga memberikan penghormatan kepada anggota keluarga yang dipandang paling "senior". Seluruh keluarga mengungkapkan pemahaman bahwa mereka yang "dituakan" telah ikut serta menjadi saluran berkat kasih yang menghidupkan itu. Untuk itu, mereka memang layak dihormati.
Ketiga, kasih selalu di dalam kebersamaan dan solidaritas dengan yang lain. Puncak perayaan Imlek terletak pada saat seluruh anggota keluarga berkumpul dan mensyukuri segala kasih dan rahmat yang dialami oleh seluruh keluarga. Di dalam kebersamaan itulah, setiap orang merasakan keberadaan dan makna dirinya justru ada dalam keberelasian dan kesatuan dengan orang lain, yang terwujud nyata dalam keluarga.
Di saat itu tidak teralami perasaan keterasingan, kecemasan, ataupun kegelisahan. Semuanya disatukan di dalam ikatan kehidupan yang penuh kasih. Masa lalu (generasi tua) dan masa mendatang (generasi muda) menyatu di dalam suasana kegembiraan dan kebahagiaan karena semua berbagi kasih.
Yang tua mengaruniai hong bao (kasih sarana kehidupan), yang muda mempersembahkan bai gui (hormat kepada pemberi kasih kehidupan). Dalam perjalanan waktu, tidak hanya orangtua yang harus memberi sarana kehidupan, tetapi anak juga harus mau memberikan yang terbaik bagi kehidupan orangtua, terutama di saat mereka tak sekuat dulu lagi.
Bagi petani, keluarga tidak hanya dialami sebagai suatu unit produksi atau ekonomi. Keluarga juga memberikan jaminan kedamaian, kepastian kehidupan, dan sumber rohani bagi setiap anggota keluarga. Dari yang dianggap lebih tua, yang muda belajar tentang cara dan kebijaksanaan hidup bersama. Dengan demikian, keluarga dipandang sebagai sekolah kasih yang pertama dari tiap manusia.
Kasih yang dirayakan
Perkembangan masyarakat di zaman sekarang memperlihatkan bahwa Imlek dan Valentine tampak sebagai bagian dari bermacam pilihan perayaan kasih dan kehidupan bagi banyak orang di berbagai belahan dunia. Proses reformasi yang berjalan di Indonesia telah menjadikan Imlek sebagai hari libur nasional. Selama Imlek dan Valentine dilaksanakan sebagai ungkapan syukur atas pengalaman cinta kasih, bangsa Indonesia tidak akan mengalami kerugian.
Lebih dari itu, kedua perayaan itu dapat memberikan hal yang indah dan baik bagi perkembangan bangsa Indonesia yang sudah cukup lama didera oleh berbagai praktik kekerasan di dalam kehidupan sehari-hari. Bangsa Indonesia tetap membutuhkan pengalaman perayaan kasih dan pengamalan kasih yang dirayakan. Selamat merayakan Tahun Baru Imlek: "Gongxi Xinnian"; dan "Happy Valentine!"
P Agung Wijayanto Rohaniwan dan Pengamat Kebudayaan China, Tinggal di Semarang
Sumber: Kompas, 13 Feb 10