Sep 27, 2007

Pendekatan Kreatif terhadap Matematika

Belajar itu bukan hanya berarti secara sempit mempelajari suatu mata ajaran, tetapi yg lebih penting adalah bagaimana cara belajar. Inilah dia, bagaimana belajar menyukai pelajaran itu sendiri. Suka karena bisa. Below is a good piece. -- EJ


Ning Esti

Agar Matematika Kian Disuka

SP/Unggul WirawanNing Esti

Bu Ning, begitu sapaan akrabnya. Sosok perempuan sederhana itu adalah guru matematika di SMAN I Temanggung, Jawa Tengah. Semangat dan dedikasinya telah mengantar sejumlah siswa menjadi petarung terbaik kompetisi matematika dunia. Ning berangkat dari premis yang paling sederhana, suka karena bisa.

NING tak berambisi apa pun ketika membentuk klub pencinta matematika. Sepulang sekolah, dia mengumpulkan sejumlah siswa yang ingin mendalami bidang matematika. Meskipun tak mendapat dukungan dari rekan-rekan sekerja, guru lulusan Fakultas MIPA jurusan Matematika Universitas Sebelas Maret Solo ini pantang menyerah. Tanpa target apa pun, klub itu berjalan seadanya. Sang suami, yang kebetulan juga guru pelajaran kimia di SMA di Kebumen juga mendukungnya.

"Buat apa tambah waktu jam pelajaran sampai sore hari? Kok tidak buat keluarga saja. Kamu dapat apa, to?" tutur Ning menirukan ucapan-ucapan yang mempertanyakan motivasinya.

Ning menuturkan, tahun 1999, kelompok belajar Matematika SMAN I Temanggung dimulai dengan pelajaran biasa. Tidak ada yang istimewa. "Namun beberapa anak tampak menonjol, saya kasih kuis, kok bisa. Lalu tercetus ide untuk membuat klub matematika," tuturnya.

"Saya tidak berpikir apa-apa. Kegiatan ini tidak dianggarkan dan tidak dikelola sekolah. Sendiri-sendiri saja. Kami kumpul-kumpul membahas materi-materi yang menantang dan aneh. Di luar dugaan, dari yang sedikit itu malah menemukan yang lebih," ujarnya ketika menghadiri Pelatihan Guru dan Kepala Sekolah oleh Tanoto Foundation di Balikpapan, Kalimantan Timur, baru-baru ini.

Kerja keras Ning Esti tidak percuma. Murid-murid di kelas I yang diajarnya, ternyata mulai menyukai matematika. Sekalipun kerap dianggap pelajaran momok, matematika ala Ning Esti ternyata mulai disukai. Secara tidak langsung, perempuan kelahiran Cilacap 25 Agustus 1962 ini mengembangkan metode belajar yang efektif.

"Ada anak-anak yang agak lebih diberi jalan dan didorong hingga maksimal. Kebetulan mereka bisa menjelaskan ke teman-temannya. Rupanya, tanpa sadar, saya sudah melakukan metode cooperative learning. Bahasan anak ke anak berbeda jika saya yang menerangkan," katanya.

Menurut Ning, metode pembelajaran itu dirasa sangat membantu tugasnya sebagai pengajar. Di sisi lain, metode cooperative learning dapat mengungkap masalah-masalah yang dihadapi sejumlah anak yang tidak menyukai matematika.

"Saya akhirnya tahu, satu anak tidak suka matematika bukan karena materi SMA lebih sulit. Dia tidak suka gara-gara tidak bisa hitung pecahan. Saya akhirnya tahu kesulitan mereka di mana," tambahnya.

Membuahkan Prestasi

Suatu ketika, kata Ning, ada seorang siswa kelas I, bernama Nanang Susyanto. Anak itu dari keluarga tidak mampu. Ayahnya sehari-hari bekerja sebagai tukang reparasi payung. Nanang pernah menyampaikan maksudnya untuk mendapatkan beasiswa. Namun, permintaan itu ditolak karena dia belum dapat menunjukkan prestasi.

"Saya kasih semangat. 'Sudah kamu belajar saja dengan baik, tunjukkan prestasimu'. Lalu saya terus menutup SPP-nya. Sampai enam bulan, ternyata ada lomba matematika tingkat kabupaten, dia muncul sebagai juara III. Lalu berikutnya, dia menjadi juara di tingkat provinsi," kenangnya.

Ning Esti rela mengorbankan waktu dan tenaga untuk profesi sebagai guru. Dedikasi dan ketulusan hatinya dibuktikan saat Nanang akan mengikuti kompetisi tingkat internasional. Dia mengajak teman-teman seprofesinya menyumbangkan uang yang kemudian dibelikan baju, sepatu, dan pakaian dalam. Ning khawatir, Nanang yang potensial, kalah mental sebelum bertanding hanya akibat penampilan yang apa adanya.

Tahun 2004, berkat gemblengan Ning, Nanang akhirnya menjadi juara International Mathematical Olympiad ke-45 (IMO) di Yunani. Nanang kini menjadi mahasiswa jurusan Matematika, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Jika kembali ke kampung halamannya, Nanang sering berbagi soal-soal matematika dengan mantan gurunya itu.

Buah kerja keras Ning tidak hanya tercermin dari prestasi yang diraih Nanang. Pada tahun 2004 juga, Ning berhasil membawa muridnya meraih medali emas Olimpiade Sains Nasional ke-3 di Pekanbaru, Riau.

Tidak dimungkiri, gaya mengajar Ning Esti cukup efektif dan disukai para muridnya. Alhasil, meskipun resminya mengajar di kelas I, Ning juga "dicari" murid-murid kelas II dan kelas III yang ingin belajar bersama. Uniknya dia tak merasa malu jika gagal memecahkan soal.

"Sama anak-anak, saya sering tanya-tanya. Kadang sama Nanang kalau dia pulang. Saya merasa berdosa kalau melihat anak-anak berpotensi didiamkan saja. Jadi, meskipun tidak digaji atau apa, saya ikhlas. Tuhan itu mahakaya. Ternyata saya dipanggil menjadi guru untuk membina anak-anak ikut olimpiade," tuturnya.

Meskipun sukses mengantar sejumlah murid berprestasi di ajang internasional, Ning tetap pribadi yang bersahaja. Bahkan sepulangnya dari pembinaan guru matematika di Bandung, dia tak cukup piawai memecahkan soal yang ditanyakan murid. Di sisi lain, kepolosan Ning ternyata disukai murid-murid yang merasa tidak digurui.

"Gurunya tidak bisa, kok katro ya. Begitulah, kata kuncinya, guru jangan pernah berhenti belajar. Saya percaya itu. Kalau guru yang ilmunya lebih tinggi, menjawab soal cukup setengah halaman, tapi saya bisa sampai enam lembar. Tapi justru yang seperti ini, anak-anak jadi suka. Kami dapat belajar bersama, dan murid pun bahkan bisa mendebat," kelakarnya.

Kini, Ning Esti tercatat sebagai salah satu instruktur di Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Matematika SMA. Setelah berbagai prestasi internasional diraih, klub matematika SMAN I Temanggung mendapat dukungan penuh. Selain honor, dia juga mendapatkan berbagai fasilitas. Banyak orang meyakini, Ning Esti memang guru teladan yang berdedikasi.

"Saya masih harus mendidik anak saya. Dua laki-laki, dan satu perempuan. Anak laki-laki saya tidak suka matematika. Maunya olahraga terus. Ini juga persoalan yang sulit," ujar ibu tiga anak ini sambil tersenyum. [SP/Unggul Wirawan]


SP, 4/9/07

No comments: