Feb 15, 2008

Sovereign Wealth Fund (SWF) dalam Ekonomi Global 2007-2008

THE GLOBAL NEXUS

Krismon Global di Tahun Tikus Bumi

Christianto Wibisono

INDONESIA memasuki Tahun Tikus Bumi 7 Februari 2008 dengan krisis moneter (krismon) global dan krisis sembako nasional plus krisis banjir rutin, Jumat 1 Februari. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terpaksa pindah mobil yang mogok terjebak banjir di depan Sarinah, jalan raya yang menjadi simbol kekuatan ekonomi bisnis Indonesia, Thamrin - Sudirman.

Dalam 10 hari the Fed (bank sentral AS) dua kali menurunkan suku bunga untuk menenangkan situasi. Presiden Yudhoyono mengumpulkan konglomerat, Rabu 30 Januari 2008, BUMN, Kamis 31 Januari 2008, dan sidang kabinet Jumat (1/2) siang. Kabinet memutuskan stimulans Rp 13,7 triliun berupa penurunan PPn Rp 10,1 triliun dan subsidi pangan Rp 3,6 triliun.

Di AS, Presiden Bush mengucurkan stimulan US$ 150 miliar. Tapi, pada Senin 28 Januari 2008, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah sebagai tersangka kasus aliran dana BI ke DPR yang beritanya terkubur di tengah Soehartomania, wafatnya mantan presiden itu pada Minggu. Padahal Gubernur BI harus menghadiri sidang Bank for International Settlements di Manila. Tapi, menurut alibi seorang pejabat, dulu juga Gubernur Syahril Sabirin sewaktu jadi tersangka tidak mundur dan tidak ada pengaruhnya bagi kredibilitas BI di mata dunia. Cuek dengan opini publik dunia, itulah arogansi elite RI.

Krisis sektor perumahan AS yang merugikan lembaga keuangan puncak AS, seperti, Citibank, JP Morgan Chase dan Merrill Lynch juga merembet ke bank global di luar AS. Barclays Capital, Northern Rock dan HSBC dari Inggris, Deutsche Bank, BNP Paribas, Credit Llyonais dan Societe Generale Prancis, serta UBS Swiss dan Unicredit Italia. HSBC terkena kredit macet US$ 9 miliar dan DBS (Singapura) harus menghapuskan kerugian dan memberhentikan CEO-nya. Tapi, Temasek dan GSIC masih tetap punya kemampuan untuk menjadi penyelamat dan penyedia dana untuk ikut mengamankan Citibank, Merrill Lynch, dan UBS. Bersama Abu Dhabi Investment Authority dan Kuwait Fund, kekuatan yang dijuluki SWF (Sovereign Wealth Fund atau BUMN pengelola surplus keuangan negara) ini menjadi topik kampanye para capres yang menjadi sok nasionalistis. Hillary mengingatkan bahwa SWF yang mengambil alih sebagian saham bank-bank raksasa AS bisa membahayakan kepentingan nasional AS. Bahasa capres Hillary ini mirip bahasa politisi dunia ketiga yang antikapitalis.

Ironi dari krismon 2008 ialah seolah karma dari krismon 1998. Ketika krismon melanda Asia Timur, Jepang bisa turun tangan menyelamatkannya dengan membentuk dana dari Asia Timur tanpa AS dan Eropa. Tapi, dihalangi oleh IMF yang tetap ingin menguasai sistem moneter global secara manunggal. Sekarang justru kapitalisme Wall Street yang babak belur akibat kerugian spekulasi sub-prime, memerlukan injeksi dana segar dari SWF dunia ketiga. Kalau tidak ada SWF yang menalangi dana maka bank-bank papan atas AS bisa gulung tikar.

Diselamatkan Dunia Ketiga

Sejak Agustus 2007, hampir US$ 100 miliar dana milik SWF dunia ketiga mengalir menyelamatkan perbankan AS dari kebangkrutan. Total aset dari seluruh SWF antara US$ 2-3 triliun atau lebih besar dari hedge funds dan dua kali lipat dana swasta G8. Proyeksi sebelum krisis minggu lalu aset SWF akan berkisar US$ 7-10 triliun pada 2012 atau mendekati GDP AS yang sekarang US$ 13 triliun. Sedang PDB seluruh dunia pada 2006 diperkirakan US$ 46,66 triliun.

IMF telah mendekati Abu Dhabi, Singapura, dan Norwegia untuk merumuskan kebijakan global tentang SWF. Abu Dhabi memimpin ranking SWF dengan aset hampir US$ 1 triliun di bawah bendera Abu Dhabi Investment Auhority. Singapura dengan dua sayap GSIC dan Temasek, di tempat kedua dengan US$ 490 miliar. Norwegia di nomor 3 dengan aset US$ 330 miliar. Arab Saudi menyusul akan membentuk SWF resmi sedang Kuwait sudah sejak krisis energi 1973 menginvestasikan dananya ke perusahaan global, seperti, Mercedes Benz. Di samping negara penghasil minyak Arab seperti Kuwait, Libya, Aljazair, dan Qatar, maka Tiongkok (RRT) dan Rusia juga memiliki SWF yang berkembang pesat. RRT karena surplus neraca perdagangan dan Rusia karena rezeki migas. SWF RRT memegang 30 persen obligasi AS. Keterkaitan dana global diproklamirkan sebagai NyLonKong, New York, London dan Hong Kong secara interaktif mempengaruhi ekonomi dunia.

Di tengah gejolak makro ada juga mega kriminal, petualangan seorang pialang valas dari Societe General berumur 31 tahun, Jerome Kerviel, yang mengulangi kecerobohan Nick Leeson yang pada 1995 membangkrutkan Baring karena rugi US$ 1,4 miliar. Waktu itu, Leeson baru berumur 27 tahun. Setelah dipenjara 3,5 tahun Leeson menjadi CEO klub sepakbola dan hanya ingin memberikan komentar atau wawancara bila dibayar mahal oleh media dalam skandal US $ 7,2 miliar Societe General.

Skandal seperti ini tentu saja semakin memerosotkan kredibilitas Barat yang sering mengecam Timur sebagai korup, tidak transparan, dan tidak accountable. Krismon di AS juga mencerminkan kecerobohan sistem pengawasan dan pencegahan dini, yang ternyata tidak berfungsi, sehingga hampir seluruh bank papan atas dunia terimbas dan terjebak spekulasi kredit perumahan. Sebenarnya, masyarakat AS sudah telanjur menerapkan gaya hidup besar pasak daripada tiang dengan ekspansi kartu kredit yang mengakibatkan tabungan minus. Sebagian besar rumah tangga AS berutang dari kartu kredit. Porsi terbesar memang dari kredit perumahan, tapi kredit konsumsi lain, tertinggi sedunia.

Dalam kondisi seperti itu sebetulnya pemilik dana surplus yang sekarang didominasi oleh SWF dunia ketiga bisa dirangsang untuk berinvestasi di ASEAN termasuk Indonesia. Banyak yang bingung, pesimis, dan panik, bahwa dalam perlombaan ekonomi ASEAN akan ditinggalkan oleh Tiongkok dan India. Dua negara itu memang unik, terutama Tiongkok yang diminati dan dibanjiri investor dan kemudian bisa menghasilkan surplus devisa raksasa yang digulirkan dan diputar kembali di AS untuk membeli obligasi. Kenapa tidak diinvestasikan di ASEAN dengan return yang lebih tinggi. Masalah pokok terutama untuk Indonesia adalah ketidakpastian hukum yang tercermin dari kegamangan pemerintah dan yudikatif yang terjebak pada internal politicking dan bukan menjamin supremasi hukum.

Krismon jilid 2 pada 2008 ini jauh lebih serius dari krismon Asia Timur 1998. Sebab sumber krisis justru raksasa AS yang dulu melalui IMF menjadi penyelamat, tapi sekarang malah harus diselamatkan oleh SWF dunia ketiga dari RRT, Abu Dhabi, Kuwait, Arab Saudi, dan Singapura. Jika Indonesia masih terus melakukan internal politicking dalam kebijakan yang tidak tepat sasaran, krismon 2008 ini bisa mengulangi krismon 1998 dengan segala dampaknya.

Penulis adalah pengamat masalah nasional dan internasional.


Sumber: SP, 4/2/08

No comments: