Dec 19, 2007

Belajar dari Teladan Pemimpin Kristen

Adakah Pengganti Dr Leimena?

Salahuddin Wahid

Sebuah tabloid khusus kalangan Kristen menurunkan tulisan yang mengeluhkan tidak adanya atau kurangnya pemimpin saat ini, apalagi di tingkat nasional, yang beragama Kristen. Apa benar demikian? Gubernur yang beragama Kristen cukup banyak: di Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, Papua, Irjabar, Maluku, NTT. Hampir 25 persen gubernur di Indonesia beragama Kristen, lebih besar daripada persentase penduduk beragama Kristen (di bawah 10%) di Indonesia.

Beberapa menteri beragama Kristen atau Katolik, yaitu Mari Pangestu, Purnomo Yusgiantoro, Freddy Numberi. Pimpinan DPR, MPR dan DPR memang tidak ada yang beragama Kristen. Dalam Pilpres 2004 tidak ada satu pun capres atau cawapres yang beragama Kristen, padahal tidak ada UU yang melarangnya.

Kita tampaknya lupa bahwa seorang non-Jawa dan non-Muslim pernah menjadi pejabat presiden sebanyak tujuh kali saat Bung Karno (BK) melawat ke luar negeri (1961-1964), yaitu Dr Johannes Leimena. Dia adalah salah satu pemimpin terbaik bangsa Indonesia dan pemimpin Kristen yang mencapai karier paling tinggi dan paling mengesankan. Amat layak bagi umat dan tokoh Kristen untuk belajar dari Leimena.

Dr Leimena, sama seperti pemimpin lain pada masa lalu, tumbuh dari bawah, tidak bergantung pada pemimpin lain. Mereka punya karakter, sikap, prinsip, dan rendah hati. Tidak banyak yang oportunis atau penjilat. Secara pribadi mereka saling percaya dan saling membantu, walaupun berbeda agama. Mereka tidak memperebutkan jabatan, beberapa dari mereka menolak jabatan menteri, seperti Dr Muwardi dan Ibu Trimurti.

Oom Jo berwatak sederhana, terus terang, setia, kritis, penuh tanggung jawab dan kecil pamrihnya. Bagi dia, politik bukan teknik untuk berkuasa tetapi etika untuk mengabdi. Menurut Dr Zakaria Ngelow, ada lima hal yang dapat dipelajari dari kehidupan dan pemikiran Dr Leimena. Pertama, mengutamakan pengembangan diri dalam hal kualitas moral dan iman. Kedua, pembaruan visi keagamaan yang lebih memberi tempat kepada fungsi sosialnya. Ketiga, visi keagamaan mengacu pada kemanusiaan dan bertujuan mewujudkan kesejahteraan sosial. Keempat, sebagai nasionalis sejati, Leimena sepenuhnya mencintai dan mengabdi pada kemerdekaan, kesatuan dan kesejahteraan bangsa Indonesia. Beliau menentang separatisme dan ideologi alternatif. Bagi Dr Leimena, Indonesia adalah suatu bangsa majemuk di bawah satu ideologi, Pancasila. Kelima, dia adalah sosok ideal cendekiawan Indonesia, yang menyatukan dalam dirinya wawasan moral, keagamaan, kemanusiaan, nasionalisme, kepemimpinan, dan intelektualitas, yang dibingkai dalam sosok yang tenang, sederhana, dan rendah hati.

Ketenangan dan Ketabahan

Salah satu yang menonjol dari pribadi Dr Leimena ialah ketenangan dan ketabahan. Ketenangan dan ketabahan Oom Jo tampak saat beliau mendorong dan agak memaksa BK untuk pergi ke Bogor saat BK di Halim mengalami kesulitan menentukan apakah ke Bogor atau ke Madiun. Juga saat sidang kabinet 11 Maret 1966. BK meninggalkan sidang dan menuju Bogor dengan memakai helikopter. Subandrio dengan tergopoh-gopoh mengikuti BK. Dengan tenang, Oom Jo mengambil alih pimpinan sidang kabinet dan dengan tenang menutup sidang itu. Mahasiswa dan Angkatan 66 tidak bersikap negatif terhadap Oom Jo, seperti terhadap Subandrio dan Chairul Saleh.

Mengapa BK memilih Dr Leimena terus-menerus sebagai Pejabat Presiden dan tidak pernah memilih dua Waperdam lainnya? Tentu hanya BK yang bisa menjawabnya dengan tepat. Tetapi, kita bisa menduganya. Tampaknya Dr Leimena adalah yang paling dipercaya BK di antara ketiga Waperdam itu. Itu pasti tidak lepas dari pendapat BK tentang Dr Leimena seperti berikut: "Ambillah misalnya Leimena... saat bertemu dengannya aku merasakan rangsangan indra keenam, dan bila gelombang intuisi dari hati nurani yang begitu keras seperti itu menguasai diriku, aku tidak pernah salah. Aku merasakan dia adalah seorang yang paling jujur yang pernah kutemui."

Ucapan BK di atas menunjukkan bahwa Dr Leimena adalah pemimpin yang punya integritas. Menurut Oxford Dictionary, integritas ialah sifat jujur dan punya prinsip moral yang kuat; kebenaran moral. Pemimpin yang punya integritas harus memenuhi beberapa syarat. Pertama, harus transparan, jujur dan tidak manipulatif. Kedua, harus harus bisa dipercaya dengan menepati semua janjinya. Ketiga, harus berani bertanggung jawab atas segala keputusan dan tindakannya. Keempat, harus bersikap konsisten.

Seperti umumnya pemimpin masa lalu, Dr Leimena adalah seorang negarawan. Menurut The World Book Encyclopedia, a statesman is a person with a broad knowledge of government and politics, who take a leading part in public affairs. Most people think of statesman being concerned with the needs and interest of their country as a whole. In contrast, they think of politicians as having only party or political aims. Salah satu ucapan dari Winston Churchill yang terkenal ialah, The duty to my party ends when the duty to my country begins.

Leimena adalah pemimpin yang mempunyai visi. Salah satu visi yang menarik ialah tentang ke-Kristen-an dan ke-Indonesia-an. Dia menggunakan istilah double-citizenship. Bagaimanakah kita dapat hidup sebagai orang Kristen yang sejati dan sebagai warga negara yang sejati dan bertanggung jawab?

Ada beberapa pandangan Dr Leimena yang menarik tentang hubungan gereja dan negara. Pertama, negara berkewajiban menyelenggarakan/memelihara ketertiban itu, dengan demikian menjadi pegawai Allah. Karena Allah dalam Yesus Kristus adalah Tuhan dari dunia dan sorga, maka kekuasaan negara berasal dari Tuhan. Dengan demikian negara tidak mempunyai tujuan dan norma dalam dirinya. Fungsi yang diberikan kepada negara ialah memelihara ketertiban itu atas dasar Hukum dan Keadilan, dan menciptakan kemungkinan kepada warga negara untuk bertindak sebagai warga negara yang bertanggung jawab.

Kedua, gereja harus turut serta menegakkan ketertiban tersebut di atas. Ia tidak dapat membagi kehidupannya ke dalam dua lapangan yang terpisah sama sekali: kehidupan batin dan kehidupan politik, tetapi kerajaan Allah harus dikabarkan dalam semua lapangan kehidupan, juga dalam lapangan politik. Menurut panggilannya dalam lapangan politik ini, ia tiap kali harus menentukan sikapnya yang bergantung pada situasi dan soal yang dihadapinya.

Latar Belakang

Wajar kalau muncul pertanyaan, adakah pengganti Dr Leimena pada saat ini? Kita tahu bahwa pemilihan pimpinan tingkat nasional tidak harus dipengaruhi dikotomi sipil-militer, tua-muda, Jawa-non Jawa dan Islam-non Islam. UUD memperbolehkan orang non-Jawa dan non-Islam untuk menjadi Presiden RI. Tetapi, wajar kalau saat ini orang Jawa memilih tokoh Jawa dan orang Islam memilih Muslim menjadi Presiden. Perkembangan sejarah di banyak negara menunjukkan bahwa latar belakang suku dan agama secara perlahan menurun pengaruhnya.

Sebenarnya pada Pilpres 2004 sudah hampir muncul pasangan capres/cawapres Kristen yang didukung oleh PDS dan sejumlah partai kecil, tetapi konon gagal mencapai kesepakatan dalam negosiasi yang terkait dana. Memang tidak mudah untuk mencari tokoh yang layak dicalonkan, tetapi bukan berarti tidak mungkin atau tidak ada. Saat ini tokoh partai di tingkat nasional beragama Kristen yang menonjol adalah Ruyandi Hutasoit, Mangindaan, dan Theo Sambuaga. Gubernur beragama Kristen yang menonjol prestasinya adalah Gubernur Sulawesi Utara Harry Sarundayang dan Gubernur Papua Barnabas Suebu. Tentu masih ada lagi potensi lain.

Salah satu dari mereka bisa dipasangkan sebagai cawapres dengan tokoh beragama Islam sebagai capres. Kalah menang bukanlah masalah utama. Yang penting ialah menunjukkan kepada dunia internasional bahwa sesuai UUD, Indonesia bisa menerima cawapres (bahkan mungkin saja capres) beragama Kristen.

Penulis adalah Pengasuh Pesantren Tebuireng


Sumber: Suara Pembaruan, 10 Desember 2007

4 comments:

Singal Youke said...

Tidak ada kata terlambat untuk 'belajar', belajar seumur hidup. Belajar tidak hanya dalam lingkup formal. Pembelajaran terjadi lebih banyak dari lingkungan. Kepemimpinan Alm Bpk Y Leimena masih belum tergantikan di aras Birokrasi dan juga legislatif. Dalam lingkup gereja pun masih dapat dihtung jari mereka-mereka yang sungguh-sungguh menjadi 'garam dan terang'. Komentar tokoh Muslim ini terhadap tokoh alm Y Leimena , sangat menggugah saya untuk berbuat lebih baik lagi, tanpa memusingkan apa kata orang , tetapi lebih melihat apa kata TUHAN melalui FirmannYA. Pemimpin bisa terjadi diatasnya ada pemimpin juga dan Pemimpin pasti memimpin yang ada di bawahnya.
Pengalaman memimpin memberikan dan menambah wawasan baru dalam menyikapi dan memutuskan. Tegas dan marah harus diperlukan, khusus bagi mereka yang pantas menerimanya (indisipliner dalam menunjang dan mendukung program /kegiatan. Tegas dan marah bukan berarti 'membenci atau tidak menyukai' namun lebih pada afeksi yang nyata. saya ingat kata bijak mengatakan membohongi diri tidak marah sama dengan kasih yang tersembunyi, dan melemahkan visi dan misi menjadi tak bertujuan.

Singal Youke said...

Apa mau di kata ? ada keharuan dan kebanggaan atas uraian tokoh muslim ini. Suka tidak suka kita harus belajar dari teladan Pemimpin 'Bpk Y. Leimena'. Saya merenung ... alm sudah bersama TUHANNYA di SUrga tetepi karya dan karsa terus menggaung sampai kegenerasi-kegenerasi anak bangsa , pasti akan ada Leimena-leimena berikutnya , karenanya dimulai dari diri sendiri meletakkan kemampuan n talenta pada kesetian dan takut akan TUHAN. Karakter Danel dan Yusuf mewarnai sikap , karakter kepemimpinan kita .

Singal Youke said...

Apa mau di kata ? ada keharuan dan kebanggaan atas uraian tokoh muslim ini. Suka tidak suka kita harus belajar dari teladan Pemimpin 'Bpk Y. Leimena'. Saya merenung ... alm sudah bersama TUHANNYA di SUrga tetepi karya dan karsa terus menggaung sampai kegenerasi-kegenerasi anak bangsa , pasti akan ada Leimena-leimena berikutnya , karenanya dimulai dari diri sendiri meletakkan kemampuan n talenta pada kesetian dan takut akan TUHAN. Karakter Danel dan Yusuf mewarnai sikap , karakter kepemimpinan kita .

davish said...

semoga tulisan saya ini tidak menjadi polemik,saya hanya mencoba menumpahkan pikiran hasil pengamtan saya....negara indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar sehingga dapat dikatakan hampir tidak mungkin dapat memunculkan wapres beragama non muslim,apalagi kalo sampai presidennya yang non muslim meskipun UUD tidak melarang jika presiden non muslim,hanya kalo mau diteliti UUD tetap jauh dibawah hukum Islam yang mungkin (atau memang iya) mengharamkan jika dipimpin oleh seorang non Muslim..dan inipula lah yang menjadi propaganda beberapa ulama di dalam setiap pemilihan kepala daerah di indonesia,khususnya di daerah jawa.karena tidak dapat dipungkiri bahwa dalam ajaran Islampun ada ajaran yang mengatakan diluar Islam adalah kaum kafir. dengan kata kafir ini pun juga sudah menjadi permasalahan tersendiri.yang menjadi pertanyaan adalah:"maukah penduduk indonesia yang nota bene berpenduduk muslim terbesar di dunia dipimpim oleh seorang yang beragama kafir?"