Pembelajaran Demokrasi di Timur dan Barat
-Catatan Akhir Tahun 2007-
THE GLOBAL NEXUS
Benazir, Demokrasi, dan Pilpres AS
Christianto Wibisono
Tewasnya Benazir Bhutto dan kesimpangsiuran berita penembakan dan pengeboman yang dibantah tanpa otopsi dan penghilangan jejak forensik merupakan bukti nyata kebiadaban rezim otoriter militer Pakistan. Ternyata kesamaan agama dan bangsa saja tidak cukup untuk menjamin kesetiakawan atau persaudaraan. Justru perang saudara antara sesama bangsa merupakan perang yang selalu paling berdarah, paling mengakar, dan makan waktu turun-temurun untuk membebaskan dari semangat dendam kesumat. Zulfikar Ali Bhutto dibunuh oleh Zia ul Haq yang kualat dan tewas jatuh dalam helikopter bersama Dubes AS untuk Pakistan. Sekarang Benazir Bhutto dibunuh menjelang pemilu 8 Januari 2008 yang hampir pasti akan menempatkan Benazir menjadi PM untuk ketiga kalinya.
Dunia benar-benar menjadi selebar daun kelor atau rata (The world is flat tulis Thomas Friedman) karena terbunuhnya Benazir mendadak mengubah peringkat capres yang sedang bertarung di AS. Posisi John McCain (Republik) melejit ke tempat kedua karena orang AS mulai memikir bahwa ternyata masalah teror masih tetap menghantui. Kalau Pakistan berganti rezim menjadi Taliban maka presiden baru di Gedung Putih tentu harus siap berdiplomasi atau menghadapi tantangan itu dengan kesigapan yang bisa diandalkan. Pamor Senator Obama, yang pernah menyatakan akan membom Pakistan, agak merosot karena dianggap kurang berpengalaman dalam politik luar negeri.
Setelah dua kali menjabat perdana menteri sebetulnya Benazir sudah menikmati hidup mewah dengan mondar-mandir London-Dubai-Paris- New York. Rekening yang sempat terbongkar di Swiss senilai US$ 13,8 juta masih disengketakan, tapi jelas dia masih mempunyai rekening di luar jumlah yang terpantau oleh Musharraf. Hasil wawancara terakhir Benazir dengan Gail Sheehy akan muncul dalam tabloid Parade (suplemen The Washington Post edisi 6 Januari 2008). Judulnya, I'm the one the terrorist most hate.
Kepulangan Benazir Bhutto merupakan diplomasi diam-diam AS untuk menciptakan duet Musharraf - Bhutto. Rencana Condi Rice ini tidak mempunyai plan B karena tidak siap dan menduga bahwa Benazir akan secepat ini terbunuh. Pengamat menyatakan heran bagaimana dua macan akan disatukan tanpa saling menerkam.
Kemanusiaan
Demokrasi memerlukan ke-kesatria-an dan kemanusiaan. Kalau yang bertarung tidak punya moral dan etika manusia beradab, serta menganggap politik dan demokrasi mirip adu gladiator atau adu manusia lawan singa/macan di mana salah satu harus mati maka itulah yang terjadi dalam sejarah manusia di mana saja termasuk di Barat sebelum demokrasi dipraktekkan. Demokrasi memang tidak sempurna dan terkadang tidak efisien, lebih cepat otoriter model Soeharto atau Vladimir Putin. Tapi, kalau orang tidak mau belajar demokrasi dengan alasan nilai asing Barat dan tetap mau bertahan dengan model suksesi perang dan dendam kesumat ala dinasti kerajaan kuno, ya tragedi seperti Benazir akan menimpa siapa saja, di mana saja, dan entah sampai kapan.
Manusia mengalami evolusi dengan mengubah cara penyelesaian konflik politik dari adu otot sampai salah satu mati, dengan adu otak, argumen dan program. Jadi, politik adalah seperti sport yang tidak perlu harus dimenangkan secara mutlak, pihak lawan harus mati kalau kalah. Riwayat bunuh-membunuh diktator dan raja merupakan warisan universal termasuk yang disebut orang bule, atau budaya Barat. Yunani membunuh Socrates, dan Romawi membunuh Julius Caesar.
Raja Charles I masih dipenggal kepalanya di Inggris pada 1649. Prancis masih meng-guillotine raja dan ratunya pada 1792. Hitler masih menjadi diktator dan tiran sampai 1945. Jadi, untuk Barat pun demokrasi dan pemilihan pemimpin politik secara damai, melalui ballot dan bukan dengan bullet, peluru adalah fenomena baru .
Pendapat yang menganggap demokrasi itu monopoli dan warisan Barat karena itu tidak cocok dengan manusia Timur non-Barat masih berkumandang termasuk pada elite Indonesia yang kecewa dengan demokrasi model reformasi setengah matang. Oleh karena itu, orang mulai bicara soal meniru Putin, kembali ke Soeharto, jangan terlalu liberal, harus ada pembatasan, dan seterusnya. Pada saat orang menjual pembatasan demokrasi dengan menghilangkan unsur liberalnya, maka yang muncul ialah machstaat. Macht bisa diwakili oleh birokrasi yang di Pakistan secara mencolok mencoba membodohi rakyat dengan menyatakan bahwa Bhutto meninggal karena kepalanya terbentur atap mobil. Kekuatan pengekang dan penindas hak asasi yang mengatasnamakan bangsa, negara, dan rakyat untuk kekuasaan pribadi yang tidak terkontrol.
Substansi utama demokrasi yang harus dipertahankan ialah pengawasan berimbang atas kekuasaan agar tidak disalahgunakan. Juga tidak boleh terjadi korupsi bersama, atas nama legislatif, yudikatif setelah pengurangan kekuasaan eksekutif pasca-reformasi.
Penyakit parah Indonesia ialah setelah korupsi eksekutif dibatasi ternyata pihak legislatif dan yudikatif termasuk aparat penegak hukum, masih melanjutkan pola korupsi absolut rezim Orde Baru. Kalau dulu dalam satu monolit kekuasaan, sekarang justru secara independen, saling mempertahankan kekuasaan untuk menikmatinya tanpa kontrol.
Benazir Bhutto mengajukan syarat amnesti terhadap tuduhan korupsi sebelum pulang ke Pakistan. Seluruh elite negara berkembang dan sebetulnya sebagian negara maju juga masih bergelimang kolusi dengan pengusaha. Presiden Sarkozy, misalnya, diberitakan berpesiar dengan pacarnya dalam jet pribadi jutawan Vincent Bollore. Seluruh pers terkemuka Eropa langsung mengecam opera sabun Sarkozy.
Jadi, penyakit korupsi atau conflict of interest bukan merupakan budaya orang Timur, tapi di Barat juga masih bisa terjadi. Yang membedakan ialah, di Barat masih terdapat mekanisme politik yang beradab untuk menyelesaikan dengan upaya supremasi hukum dan Trias Politika yang efektif. Itulah yang vacum di dunia ketiga dan itulah yang terjadi di akhir 2007. Sehingga, setiap kali pergantian politik harus melalui kudeta, pembunuhan, dan penjarahan politik, dari Mei 1998 di Jakarta sampai kini di Pakistan. Benazir meninggalkan dunia memasuki Tahun Tikus Bumi 2008 menurut Imlek, dalam suasana waswas oleh ancaman ektremis bernuklir.
Penulis adalah pengamat masalah nasional dan internasional
SP, 31/12/07
No comments:
Post a Comment