Mar 11, 2013

Dikunci dalam suatu Ruangan

Anybody can be Pope; the proof of this is that I have become one. - Pope John XXIII (1881-1963)
 

VATIKAN

Suara dari Balkon

Trias Kuncahyono

Viterbo adalah sebuah kota kuno di Italia tengah. Kota yang terletak 80 kilometer sebelah utara Roma ini dibangun sekitar abad XI dan XII serta masuk wilayah Lazio.

Andai kata Paus Clemens IV tidak meninggal di Viterbo pada 29 November 1268, barangkali kota itu tidak seterkenal sekarang atau tidak selalu disebut menjelang pemilihan Paus baru. Dan, Viterbo hanya akan dikenal sebagai kota pertanian, penghasil tembikar, marmer, dan kayu.

Cerita jadi lain setelah Paus Clemens IV meninggal di kota itu. Dahulu, ada kebiasaan pemilihan seorang Paus dilakukan di tempat Paus meninggal. Karena Paus Clemens IV meninggal di Viterbo, pemilihan Paus pun dilakukan di kota itu.

Sejarah pun tercatat di Viterbo karena pemilihan Paus di kota ini tercatat sebagai pemilihan Paus terlama sepanjang sejarah Gereja, yakni dari November 1268 hingga 1 September 1271! Mengapa? Ini karena terjadi persaingan politik di antara para kardinal, yang saat itu jumlahnya hanya 15 orang.

Karena begitu lama Takhta Suci kosong, sede vacante, umat tidak sabar lagi. Mereka lalu mengurung kardinal di suatu ruangan terkunci agar tidak terpengaruh dunia luar. Dari saat itulah muncul istilah konklaf, yang berasal dari kata Latin: con (dengan) dan clave (kunci). Arti lurusnya, dengan kunci atau dikunci dalam suatu ruangan. Dan, terpilihlah Paus Gregorius X, yang mengesahkan pemilihan Paus di dalam suatu ruangan terkunci dan yang dari waktu ke waktu disempurnakan.

Apa yang terjadi di dalam ruangan terkunci itu? Hanya para kardinal yang tahu. Tidak seorang pun bisa meramalkan secara jitu bahwa "kardinal X" akan menjadi Paus menggantikan Paus Benediktus XVI yang mundur akhir bulan lalu. Karena itu, selalu muncul istilah: masuk sebagai kardinal, keluar sebagai Paus. Meskipun demikian, sekarang sudah bermunculan sejumlah nama kardinal yang diunggulkan.

Ada suara, inilah saatnya dipilih Paus non-Eropa—jantung kekatolikan era 1900-an yang sekarang mengalami kebangkrutan misioner. Sementara di Amerika Latin, Afrika, Asia, dan Amerika Utara melonjak tajam. Lebih dari 60 persen umat Katolik dunia berada di dunia berkembang. Karena itu, lebih pas kalau Paus baru nanti berasal bukan dari Eropa sehingga benar-benar memahami persoalan yang dihadapi Gereja pada zaman kini dan pada masa depan, yang begitu berat dan rumit.

Itu salah satu pendapat. Boleh dan sah-sah saja. Kalau ada keinginan Paus mendatang berasal dari Amerika Latin, misalnya, hal itu sangat masuk akal. Sebab, 42 persen dari sekitar 1,2 miliar umat Katolik ada di kawasan itu; sementara di Eropa hanya 24 persen. Akan tetapi, dari 117 kardinal elektor, yang berasal dari Amerika Latin hanya 19 orang, sedangkan dari Eropa 60 orang, Afrika (11), Amerika Utara (16), Asia (10), dan Oceania (1).

Akan tetapi, apakah "Obama moment", munculnya seorang presiden berkulit hitam di Amerika Serikat, tak akan berembus di dalam Kapel Sistina, tempat konklaf dilakukan? Satu hal yang pasti, pemilihan seorang Paus bukanlah momen politik layaknya pemilihan seorang presiden meskipun nantinya pemimpin baru umat Katolik sedunia, yang juga uskup Roma, akan menjadi pemimpin negara Vatikan.

Pada tahun 2005, uskup Roma yang baru menjelaskan mengapa ia memilih nama Benediktus XVI (St Benediktus ikut berperan menyebarkan Kristianitas di Eropa, dan Benediktus XV adalah Paus pada zaman Perang Dunia I). Ia ingin membangun kembali Kristianitas di Eropa yang turun, mengikuti jejak St Benediktus. Barangkali para kardinal yang ikut konklaf memiliki pertimbangan seperti itu dalam memilih Paus. Kita hanya bisa menunggu sampai nanti dari balkon Vatikan muncul pengumuman, "Habemus Papam (Kita sudah punya Bapa Suci)."

Sumber: Kompas, 7 Maret 2013

No comments: